Hati-hati Kardus Mahar Politik

in #freedom6 years ago

Salah satu elit politik di Indonesia membuat masalah melalui ‘cuitan’ di twitter. Memang media sosial tempat ampuh untuk mengambil ruang perhatian nasional. Patutlah perumpamaan politik tagar lebih berbahaya begitu nyata adanya. Tuduhan ‘Jenderal Kardus’ pun ramai. Bagaikan api yang mendapat minyak. Secepat kilat ruang opini publik terhipnotis. Apakah benar ada mahar politik dibalik penetapan bakal calon wakil presiden?

IMG_20180530_163732_008.jpg

Foto acara lounching hasil penelitian Sindikasi Pemilu dan Demokrasi

Memang benar, setiap orang bebas berpendapat. Itu adalah kemerdekaan berbiacara atau freedom of speech. Silahkan mengobral isu. Mulai dari isu uang dalam kardus. Sampai isu dana kampanye. Bebas. Karena kita memang sudah kebablasan dalam bermedia sosial. Asal sakit hati. Langsung menyampaikan prasangka tidak baik. Benar atau tidak, biarkan orang lain yang membuktikan setiap isu. Sungguh menyedihkan gaya komunikasi elit politik.

Andi Arief yang mengemban amanah Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat melempar bola panas isu mahar politik. Melalui jarinya, kata-kata terangkai di beranda twitter pribadi. Entah karena kesal akibat Agus Harimurti Yudhoyono tidak jadi Cawapresnya Prabowo Subianto. Atau apalah? Kita hanya menduga-duga. Apakah benar Sandiaga Uno mengirim uang berkardus-kardus untuk mendapatkan posisi Cawapres? Dana 500 milyar cukup besar bagi satu partai hanya untuk mengambil posisi calon wakil presiden.

Seketika, semua mata tertuju kepada Sandi. Isu mahar pun menguat. Akibat lidah yang keseleo. Sandi mengatakan membantu biaya kampanye. Dana tersebut masuk ke Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amana Nasional. Asumsi bahwa ocehan Andi Arief adalah benar makin ramai.

IMG_20180513_124815_603.jpg

Alhasil, Badan Pengawas Pemilu terpaksa sibuk. Mulai menunggu pelapor atas dugaan mahar polititik. Dan menjawab pertanyaan awak media. Semua akibat jari-jari elit politik yang tidak bertanggung jawab. Parahnya, ketika Bawaslu menyiapkan diri untuk menegakkan hukum pemilu. Eh, si pembuat isu dengan enteng menuduh Bawaslu malas. Dengan kesombongan diri, dia minta Bawaslu mendatanginya ke Lampung. Apa urusannya? Sebegitu buruknya etika elit politik. Sampai-sampai memberi contoh yang tidak baik.

Larangan Mahar Politik

Untuk menciptakan rekrutmen calon pemimpin bangsa yang negarawan. Pembentuk Undang-Undang telah menyiapkan aturan tentang mahar politik. Semua tertulis pada Pasal 228 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Pertama, Pasal tersebut melarang pemberian imbalan dalam bentuk apapun dari bakal calon presiden dan wakil presiden kepada partai politik pengusung.

Imbalan ini tentu bukan sekedar kardus. Karena, kardus belum tentu berharga. Kecuali kardus berisi emas, berlian, atau uang dan alin-lain. Imbalan yang bisa mempengaruhi pengambil kebijakan di internal partai politik. Lalu, pengaruhnya menetapkan nama salah satu pasangan calon. Imbalan inilah seperti inilah yang harus dibuktikan.

Kedua, Apabila partai politik tertentu benar-benar menerima imbalan. Sehingga menetapkan salah satu nama calon presiden atau wakil presiden. Maka, partai politik tersebut dilarang mengajukan calon presiden atau wakil presiden pada pemilu berikutnya. Istilahnya, partai tersebut seperti mentimun bengkok. Tidak dihitung atau ditimbang tapi masuk karung. Dia menjadi bonus bagi koalisi partai politik. Itupun kalau pemilu selanjutnya masih lolos sebagai peserta pemilu.

Ketiga, demi menegakkan rasa keadilan dan hukum. Maka, tuduhan penerimaan imbalan harus terbukti. Proses peradilanlah sebagai ruang pencari kebenaran. Pada akhirnya, palu hakim akan menetapkan, apakah benar pasangan atau salah satu calon memberi imbalan kepada partai politik? Sejak keputusannya disampaikan dan berkekuatan hukum tetap. Sejak itu, partai politik akan menerima karma di pemilu selanjutnya.

Sehingga jelas, bahwa tuduhan mahar politik harus selesai. Tidak sekedar perangai lempar batu sembunyi tangan. Setiap orang harus melaporkan dugaan mahar politik. Memenuhi panggilan dan melengkapi alat bukti. Mengikuti proses penyidikan, penyelidikan dan persidangan. Sampai pada putusan pengadilan yang khusus untuk menyelesaikan kasus pidana pemilu.

Hati-hati Serangan Balik

Apabila orang atau pembuat isu hanya ingin dipanggil. Istilah dipanggil terkenal sebagai bentuk pancingan. Yaitu, membuat isu agar mendapatkan suatu keuntungan. Maka, dia akan mendapati musuh dengan pasukan lebih banyak. Pihak pertama yang bisa menyerang balik adalah Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, PKS dan PAN. Mereka yang tertuduh bisa meminta petanggungjawaban pembuat isu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalil serangan balik antara lain, Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengingatkan pelaku media sosial bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sedangkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE mengaskan bahwa Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE terancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 750.000.000 rupiah (Pasal 45 ayat 3 UU ITE). Apabila terbukti melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Maka dia melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak 1.000.000.000 rupiah (Pasal 45A ayat 2 UU 19/2016).

Pihak lain yang terhina adalah Bawaslu secara keseluruhan. Tuduhan malas dan lainnya sungguh menyakitkan. Bisa saja, pengawas pemilu beserta mitra membangun sistem pengawasan penuh. Seperti mengawasi semua tindak tanduk sang pembuat isu. Sehingga, khilaf sedikit, orang tersebut akan mendapatkan masalah saat kampanye. Atau bisa jadi, oknum penyebar isu berurusan dengan penyidik akibat ketentuan pidana pemilu.

Namun, demi mencegah munculya tuduhan-tuduhan sejenis. Atau masalah yang hampir sama. Penting kiranya Bawaslu dan Polri untuk menguatkan pendidikan hukum pemilu. Agar masyarakat mengetahui, bagaimana cara yang benar untuk melawan berbagai bentuk kecurangan pemilu. pendidikan tersebut harus berjalan secara massif di seluruh penjuru nusantara.

Di lain sisi, seandainya ada informasi yang kuat tentang kecurangan atau politik uang selama tahapan pemilu. ada baiknya, Badan Intelijen Nasional membantu pengumpulan informasi. Untuk memperkuat alat bukti. Tentu saja, syarat pencarian informasi dan bukti penguat harus melalui mekanisme yang disepakati bersama. Sehingga, Sentra Penegakan Hukum Terpadu bisa menyelesaikan semua berkas laporan, temuan dan bukti.

Dari pihak partai politik, penguatan Mahkamah Partai atau sebutan lain sangat dibutuhkan. Kasus-kasus anggota, kader dan/atau pengurus yang menjatuhkan citra partai, wajib disidang dan mendapatkan sanksi tegas. Mahkamah Partai tidak hanya mengurusi perselisihan kepengurusan. Tetapi, Mahkamah Partai adalah penegak hukum yang menjaga marwah partai. Dengan demikian, partai tidak capek mengurusi mulut-mukut kadernya yang tidak tertib.

Dengan cara-cara tersebut, kita mengharapkan pemilu berjalan dengan demokratis dan mendidik. Setiap ada masalah, saluran penegakan hukumlah solusinya. Bukan media sosial. karena UU Pemilu bukan sekedar buku kodefikasi. Dia hadir untuk memberikan kepastian hukum demi mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas (Pasal 4 UU Pemilu).

20180914_215637.jpg

Sort:  

Informasi menarik, kontekstual dan kritis..

Salam KSI

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 64320.07
ETH 3154.23
USDT 1.00
SBD 4.34