It's For Love # 54 (Bilingual)

in #fiction6 years ago


Sumber

“Annisa anakku … bukan anak Mama … Annisa anak keduaku … anak pertamaku meninggal, ketika berusia tiga tahun.” Santi memegang tangan Afra, air mata mengalir deras di pipinya, “… Afra kumohon … selamatkan anakku … aku tidak ingin kehilangan anak lagi.”

“Aku akan lakukan yang terbaik, “ Afra menepuk punggung tangan Santi perlahan. Dengan tarikan nafas panjang cepat, Afra menghalau deraan berbagai emosi di hati. Emosi, menjadi momok nomor satu disetiap tindakan operasi.

“Siapkan OR sekarang!” ujar Afra pada suster jaga di ruangannya.

Aku dokter bedah syaraf terbaik. Aku dokter bedah syaraf terbaik, Afra mengingatkan dirinya sendiri dengan tegas. Memenuhi pikirannya dengan keyakinan penuh, operasi ini akan sukses dan berjalan dengan sangat lancar dan mudah.

Afra menghembuskan nafas lega. Kakinya baru saja melangkah keluar dari ruang operasi, ketika ponselnya bergetar. Dia menatap nama yang tertera di layar sejenak. Pimpinan rumah sakit. Dia memang sudah menunggu datangnya panggilan ini. Setelah menarik nafas panjang, dia mengusap tombol hijau yang menyala. “ Siap Dan perintah," Afra mendengarkan suara di ujung sana, " ... siap Dan merapat.”

Sambil berjalan perlahan dengan kedua tangan di kantong, Afra memasukkan udara sebanyak-banyaknya ke perut, kemudian mengeluarkan perlahan melalui mulutnya. Berkali-kali, sampai perasaannya menjadi lebih tenang.

Syukurlah jarak dari ruang operasi ke kantor kepala rumah sakit lumayan jauh. Masih setengah jam ke depan sebelum bertemu dengan kepala rumah sakit. Matanya menikmati taman yang rapi terpelihara, di kiri kanan sepanjang jalan selasar rumah sakit. Pohon-pohon besar berdaun rindang, menaungi hamparan rumput hijau di beberapa tempat. Rumah sakit ini memang sangat memperhatikan keindahan, kerapihan, dan kebersihan lingkungan.


Sumber

Sepoi-sepoi udara membelai wajahnya. Langkah Afra terhenti sesaat melihat beberapa kupu-kupu mengerubungi bunga-bunga yang bermekaran. Kupu-kupu. Perubahan. Dia pasti merindukan suasana di tempat ini. Sebuah senyum pasrah tersungging di bibir.

Ada hal-hal yang berada di luar jangkauan pengendaliannya. Logika dan hatinya sudah berhasil diselaraskan dan siap menerima, berita apapun yang akan didengarnya di ruang kepala rumah sakit.

“Afra!”

Sebuah panggilan menghentikan langkah Afra. Suara yang dia kenal baik. Perlahan tubuhnya berbalik. Pandu berjalan cepat menghampirinya.

Pandu menghentikan langkah di depan adik angkatan. Memperhatikan wajah cantik yang tidak pernah lupa tersenyum. “Kau tidak apa-apa?”

Senyum lebar menghias wajah Afra. Seniornya ini selalu sangat baik dan penuh perhatian padanya. Karena kedekatan mereka, tidak ada yang berani mendekatinya selama ini. Bunuh diri, berani menggoda calon istri anak wakil direktur rumah sakit. Itu kata-kata yang seringkali didengarnya dari para suster dan kolega kerjanya. Walaupun semua orang tahu, mereka tidak resmi pacaran.

Tapi dia sama sekali tidak menyesal. Malah bersyukur, karena konsentrasinya tidak terganggu. “Aku baik-baik saja, terima kasih.”

Kepala Pandu mengangguk-angguk. Wajahnya terlihat bingung.

Afra menelengkan kepala. “Ada yang ingin kau katakan? Aku dipanggil Pak Direktur.”

Pandu menarik nafas panjang. Matanya memandang ke halaman asri di sebelah kanannya. “Aku akan bertunangan dalam waktu dekat … anak kolega Mama.”

Afra tersenyum lembut. Heran pada diri sendiri, hatinya sama sekali tidak terluka. Padahal dia pernah berpikir sesekali, laki-laki ini yang akan menjadi pendamping hidupnya nanti. “Selamat … terimakasih sudah memberitahu aku secara pribadi.”

“Aku ….“ Pandu menghentikan kalimatnya. Matanya menatap wajah cerdas yang selama ini sering sekali hadir dalam mimpinya.

“Selama ini kita berhubungan baik … aku sangat berterimakasih atas dukungan, bantuan, dan uluran tangan persahabatanmu … kuharap persahabatan kita bisa terus berlanjut,” ujar Afra tenang, setelah menunggu beberapa saat dan Pandu tetap tidak melanjutkan kalimatnya.

Pandu menghela nafas lelah. Pundaknya turun. Tangannya mengacak-ngacak rambutnya yang selalu tersisir rapi.

“Kalau saja Mama mau—“

“Kita sudah dewasa sekarang,” potong Afra lembut. “Ini hidup kita. Kita sendiri yang memilih apa yang paling baik menurut kita.”


Sumber

Kepala Pandu tertunduk dalam. Dia tidak akan pernah bisa melawan keinginan Mamanya. Jangankan melawan, mengungkapkan pandangan yang berbeda saja sudah membuat alis Mamanya naik tinggi. Keinginan Mama adalah suratan takdirnya.

“Maafkan aku.”

ENGLISH VERSION


Sumber

"Annisa is my daughter ... not Mother's child ... Annisa my second child ... my first child died, when he was three years old." Santi holds Afra's hand, tears streaming down her cheeks, "... Afra please ... save my daughter ... I don’t want to lose any more child."

"I'll do my best," Afra patted the back of Santi's hand slowly.

With a long fast breath, Afra dispels the emotions in the heart. Emotions, become the number one specter in every operation action.

"Prepare the OR now!" Afra said to the nurse in her office.

I'm the best neurosurgeon. I'm the best neurosurgeon, Afra reminded herself firmly. Fulfilling her mind with full confidence, this operation will be successful and run very smoothly and easily.

Afra breathed a sigh of relief. Her feet had just stepped out of the operating room, when her cell phone shook. She stared at the name on the screen for a moment. The head of the hospital. She's been waiting for this call. After taking a deep breath, she rubbed the green button that burned.

" Yes sir yes …. yes sir yes. "

Walking slowly with both hands in the bag, Afra puts as much air into her stomach, then eases slowly through her mouth. Many times, until her feelings become more calm.

Thankfully the distance from the operating room to the head office of the hospital is quite far away. Still half an hour ahead, before meeting with the head of the hospital. Her eyes enjoy a neatly preserved garden, left right along the hospital walkway. Large leafy trees, shaded green grass in some places. This hospital is very concerned about the beauty, tidiness, and cleanliness of the environment.


Sumber

The breeze caressed her face. Afra's step stalled to see some butterflies swirling in blossoming flowers. Buterfly. Change. She must miss the atmosphere in this place. A surrender smile on the lips.

There are things that are out of control. Her logic and heart had been harmonized and ready to receive, any news she would hear in the hospital's headroom.

"Afra!"

A call stopped Afra's step. A voice she knows well. Slowly her body turned. Pandu walked quickly to her.

Pandu stop the steps in front of his junior. Pay attention to a beautiful face that never forgets to smile. "Are you okay?"

A big smile graced Afra's face. This senior is always very good and attentive to her. Because of their proximity, no one dared to approach her all this time. Suicide, dare to tease the prospective wife of the child's deputy director of the hospital. Those were the words she often heard from the nurses and colleagues. Although everyone knows, they have not been officially dating.

But she was not at all sorry. Even grateful, because the concentration is not disturbed. "I'm fine thank you."

Pandu head nodded. His face looked confused.

Afra tilted her head. "Anything you want to say? I'm called by the Director. "

Pandu took a deep breath. His eyes looked down at the beautiful courtyard to his right. "I'll be engaged in the near future ... Mother's colleague's child."

"I ..." Pandu stopped the sentence. His eyes stared at the intelligent face that had always been present in his dreams.

"All this time we have a good relationship ... I am very grateful for your support, help, and helping hand ... hopefully our friendship can continue," said Afra calmly, after waiting a while and Pandu still didn’t continue the sentence.

Pandu sighed wearily. His shoulders are down. His hands ruffled his hair that was always combed neatly. "I wish Mother would-"

"We're adult now," Afra said softly. "It's our life. We choose what is best for us. "


Sumber

Head of Pandu bowed deeply. He will never be able to resist the wishes of his mother. Not yet argue, only expressing a different view already makes his mother's eyebrows rise high. Mother's wish is the fate of his destiny.

"Forgive me."

Warm Regards

Cici SW

Terimakasih pada Kurator @mariska.lubis, @aiqabrago, dan @levycore, serta Komunitas Steemit Indonesia atas dukungannya.

Sort:  

Ahli bedah saraf? Sepupu saya yang di Pariaman ahli bedah saraf juga....

Afra dokter spesialis bedah syaraf.
Suami sahabat saya kena TBC tulang. Jadi dapat ide, untuk profesi Afra :)

Indah lgi mnyentuh ya

Terimakasih @muh :)

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.11
JST 0.033
BTC 63458.69
ETH 3084.37
USDT 1.00
SBD 3.99