Pelajaran dari Ayah, Pulang tak Rencana

Jauh hari sebelum Idul Adha, ayah sudah sampaikan kami berlebaran di Banda Aceh saja, tidak pulang ke kampungnya maupun kampung bunda.

Rencana bisa saja dibuat, tapi Yang Maha Kuasa punya kehendak lain, yang tak mampu dibaca kita manusia.

Arkan dan Yahnek

Hari meugang, Minek (ibunya ayah) mengabari kalau Yahnek masuk rumah sakit. Lambungnya bermasalah lagi dan harus dirawat. Ayah kelihatan susah dan mulai ragu untuk bertahan pada rencana awalnya, tak pulang kampung.

Beberapa kali, saya melihat ayah menelepon Minek untuk menanyakan kondisi Yahnek. “Kita mungkin harus pulang besok siang,” kata ayah kepada kami.

Benar saja, usai shalat Idul Adha di masjid Ulee Kareng, kami berkunjung sejenak ke rumah Amati dan Ami Wir di Darussalam. Amati sedang berhaji, di sana ada Mami (ibunya bunda) yang telah menyiapkan lontong untuk kami nikmati. Semua saudara dari pihak bunda berkumpul di sana.

Usai zuhur di hari raya Idul Adha pertama, kami bersiap untuk pulang ke Bireuen menjenguk Yahnek yang sedang dirawat di rumah sakit. Tiba di sana jelang magrib, kami langsung bersalaman dengan Yahnek dan Minek. Dalam kondisinya yang lemah, Yahnek masih tersenyum dan mencandai kami.

Saya perlahan tahu bagaimana perasaan ayah yang harus merubah rencananya untuk pulang kampung, melihat orangtuanya. Sebuah pelajaran tentang bakti kepada orangtua yang telah merawatnya sejak kecil. Seperti ayah merawat saya dan adik saat ini.

Keluarga di Bireuen saat Idul Fitri lalu

Kami dua hari di Bireuen, kembali ke Banda Aceh setelah Yahnek mulai terlihat sehat kembali. Satu hari kemudian, Yahnek diizinkan pulang ke rumahnya oleh dokter. Kami mendoakan mu Yahnek, semoga sehat selalu. []