Tradition of Working Together in Wedding Party in North Aceh - Tradisi Gotong Royong pada Pesta Pernikahan di Aceh Utara

in #culture6 years ago

Hi Steemians...

In the last post we have discussed about marriage custom in one of regency in North Aceh, where I live. This time we will see the customs and cultures of mutual cooperation at wedding party in North Aceh District and surrounding areas.



The customs that have prevailed in the countryside in weddings are very different from those in urban areas. In the village that called Gampong, the execution of the party is done by mutual cooperation. In my residence, mutual cooperation has been started since the preparation of a week or two before the party day.

Preparation begins with the event Duek Pakat which means a meeting of all citizens in the village that takes place in the house of citizens who will hold a party. The meeting is headed by the Village Head or called Geusyik who will talk about the schedule, how many guests will be invited as well as what food will be served.

On this occasion all the residents who present donate to help the host. The amount of this donation varies in each village and is regulated by the rules in each village. For example it set minimum donations is 20.000 rupiahs and some are not set certain limits.



I see that there is something different in Bireuen, I do not know if here also has the tradition of Duek Pakat intended to lighten the cost burden required by the host. On the day of the party I saw the residents carrying rice may weigh about 2 kg and handed envelopes containing money whose contents are somehow. Sacks to accommodate donated rice have been prepared beside the door of the house. At the venue I attended yesterday I saw about 10 sacks already fully loaded and the number was growing.





The day before the event, the residents have come to help prepare everything. On the eve of the party, young men and women, friends of the bride or groom come to help decorate the place and arrange chairs and tables. On the day of the party the residents cook the foods, serve the guests, clean the dishes and all the equipment.



This is very different from the urban areas, where all the food is ordered at the catering services company. In Bireuen I saw the same thing with the tradition in my village, the citizens rolling up the tables and arranging the food on the table, just the difference, here all the work of serving guests is done by men. At 10:00 o'clock the dish was ready and Geusyik invited his citizens to eat, before they served the guests from outside the village who started to arrive.

Thus, the tradition of working together ar the wedding party in the rural areas of Aceh that is still going on.[]

Lhokseumawe, 11 April 2018

IND

Hai Steemians..

Pada postingan yang lalu, kita sudah membahas tentang adat perkawinan di salah satu Kabupaten di Aceh yaitu Kabupaten Aceh Utara, tempat saya berdomisili. Kali ini kita akan melihat adat dan budaya gotong royong dalam merayakan pesta perkawinan di Kabupaten Aceh Utara dan sekitarnya.

Kebiasaan yang telah berlaku di pedesaan dalam pelaksanaan pesta perkawinan sangat berbeda dengan di perkotaan. Di Desa yang biasa disebut gampong pelaksanaan pesta dilakukan secara bergotong royong. Di tempat tinggal saya, gotong royong telah dimulai sejak persiapan seminggu atau dua minggu sebelum hari pesta.

Persiapan dimulai dengan acara Duek Pakat yang berarti semacam rapat seluruh warga di desa yang berlangsung di rumah warga yang akan mengadakan pesta. Rapat ini dipimpin oleh Kepala Desa atau disebut Geusyik yang akan membicarakan tentang waktu pelaksanaan, berapa orang tamu yang akan diundang serta makanan apa yang akan disajikan.

Pada kesempatan ini semua warga yang hadir memberikan donasi untuk membantu tuan rumah. Besarnya donasi ini berbeda-beda di setiap desa dan diatur dengan peraturan di masing-masing desa. Ada yang menetapkan donasi minimal misalnya 20.000 rupiah dan ada juga yang tidak mengatur batasan tertentu.

Di Bireuen saya melihat pemandangan yang berbeda, saya tidak tahu apakah di sini juga ada tradisi Duek Pakat yang dimaksudkan untuk meringankan beban biaya yang diperlukan oleh tuan rumah. Pada hari pesta saya melihat para warga membawa beras mungkin beratnya sekitar 2 kg serta menyerahkan amplop berisi uang yang isinya entah berapa. Karung-karung untuk menampung beras donasi sudah disiapkan di samping pintu rumah. Di tempat pesta yang saya hadiri kemarin saya lihat sekitar 10 karung sudah terisi penuh dan jumlah itu terus bertambah

Sehari sebelum acara, para warga sudah datang untuk membantu menyiapkan segala macam. Pada malam hari sebelum pesta, para muda-mudi teman-teman dari mempelai datang membantu menghias teratak dan mengatur kursi dan meja. Pada hari pesta warga memasak makanan yang akan dihidangkan kepada para tamu, melayani tamu hingga membersihkan piring dan segala peralatan.

Ini sangat berbeda dengan di perkotaan, dimana semua makanan dipesan pada perusahaan penyedia jasa catering. Di Bireuen saya melihat hal yang sama dengan di desa saya, para warga beramai-ramai menyiapkan meja dan mengatur makanan di atas meja, hanya bedanya, di sini semua pekerjaan melayani tamu dilakukan oleh laki-laki. Tepat pukul 10.00 hidangan telah siap dan Geusyik mempersilakan warganya untuk mencicipi hidangan, sebelum mereka melayani para tamu dari luar desa yang mulai berdatangan.

Demikianlah, tradisi tolong menolong dalam pelaksanaan pesta perkawinan di wilayah pedesaan di Aceh masih berlangsung hingga sekarang.[]

Lhokseumawe, 11 April 2018

Sort:  

About planning ceremony (duek pakat) in Bireuen, only Bireuenian Steemians have the answer. Anyway, thanks for posting.

Iya.. nanti aku tanya ama @dodybireuen :)

Coin Marketplace

STEEM 0.32
TRX 0.11
JST 0.034
BTC 66785.29
ETH 3229.75
USDT 1.00
SBD 4.30