Identitas dan Perlawanan Seorang Buronan dalam Konflik Aceh (1)

in #busy5 years ago

16174635_10206256502931883_5257720198859015015_n.jpg

Aceh dalam narasi sejarah Indonesia selalu membangkitkan memori tentang pergolakan dan perlawanan. Identitas Aceh di masa lalu dikenal sebagai daerah yang tak mudah ditaklukkan oleh Belanda di masa penjajahan. Di masa pascakolonial selepas dari cengkeraman Belanda, Aceh juga tak mudah dikontrol oleh pemerintah pusat. Kelompok ‘Gerakan Aceh Merdeka’ terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan pemerintah.

Bumi berjuluk ‘Serambi Mekkah’, namun juga dikenal sebagai daerah ladang subur ganja ini, pernah menjadi daerah operasi militer (DOM) di era orde baru. Bahkan setelah perjanjian damai, Aceh masih dalam bayang-bayang kecamuk pertikaian. Berbagai peristiwa ini bersemayam dalam dunia kreatif novelis Arafat Nur, yang dalam novel-novelnya selalu menyuguhkan lanskap konflik Aceh.

Tokoh-tokoh beridentitas kultural Aceh berada dalam pusaran konflik yang mengharuskan mereka menegosiasikan, mentransformasikan identitas mereka, serta melakukan perlawanan terhadap hegemoni pemerintah. Novel-novel Arafat Nur, mulai “Lampuki” (pemenang penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2011), “Burung Terbang di Malam Kelam” (2014), hingga “Tanah Surga Merah” (2016, pemenang unggulan sayembara novel DKJ, diterbitkan Gramedia), memang memiliki benang merah sebagai novel yang mengungkapkan konflik horisontal di Aceh. (Yusri Fajar)

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63855.79
ETH 3113.00
USDT 1.00
SBD 4.04