Kura-kura Berjanggut dari Jendela Bivak

in #book5 years ago

image

Komunitas Kanot Bu telah menjadi dapur yang memasak juga menyanyikan pengetahuan dengan pendekatannya. Komunitas ini punya kamp konsentrasi, Bivak Emperom namanya. Hari ini, saya ke sana di momen yang tentu saja tepat. Ada diskusi buku yang sedang menjadi buah bibir di kalangan penyuka sastra.

Buku itu mahakarya penulis Aceh bernama Azhari Aiyub. Kurang lebih, 12 tahun buku yang diberi nama "Kura-kura Berjanggut" ia kerjakan. Maka tak heran, bila buku tersebut menyabet gelar prestisius di dunia sastra; Kusala Khatulistiwa 2018.

Sejak poster tersebut disebar di dunia maya, terutama via media sosial, disambut baik oleh para penanggung penasaran. Betapa tidak, sekalipun banyak yang belum membacanya, novel ini telah diulas lumanyan banyak. Dan, hampir semua ulasan mengatakan "keren". Maka, orang-orang menyempatkan waktu di akhir pekan, kendaraan di gas, ke Bivak Emperom kita menuju!

image

Dalam diskusi buku (disbuk) yang dimulai sejak pukul 15:00, Affan Ramli dari Abdya dan Nanda dari Gayo menjadi pembicara. Sedangkan moderator dipandu oleh Miswar. Tentu saja Azhari Aiyub berada di antara mereka. Masing-masing pembicara menyampaikan pandangannya lewat pisau bedah masing-masing. Affan dengan filsafat, sedangkan Nanda dengan sastra.

Saya mencoba menjadi pendengar yang baik, sama seperti yang lainnya. Beruntung, dari paparan yang disampaikan, hadirin tahu alur besar buku tersebut sekalipun belum membacanya. Buku itu, terbagi ke tiga bab utama; 1. Si Ujud, 2. Harian Tobias Fuller, dan 3. Lubang Cacing. Dengan jumlah halaman sebanyak 900-an lebih.

Secara umum, kura-kura berjanggut berkisah abad ke 16-17. Abad tersebut dianggap titik puncak kejayaan Aceh. Hanya saja, Azhari menolak bukunya disebut novel sejarah. Dan tidak indikator utuh bahwa buku itu menceritakan tentang Aceh. Bagi saya ini menarik, mengapa? Azhari berupaya bermain-main pada klaim. Sekalipun saya yakin bahwa itu bagian dari melepaskan diri dari jerat.

image

Saya mafhum, setiap buku ketika dibaca menjadi milik si pembaca dan bebas diinterpretasikan. Nah, tesis tersebut agaknya juga menjadi payung pelindung, bila dikemudian hari karya seseorang dianggap bermasalah. Tetapi, Azhari seakan tidak peduli, di lain sisi sebenarnya dia sangat paham terhadap itu.

Di luar hal buku, saya selalu bersyukur hadir di acara seperti itu. Setiap kali saya menghadiri acara yang berpengetahuan, istilahnya. Saya mendapati diri sebagai seseorang yang dhaif. Menjadi refleksi, bahwa saya tidak tahu apa-apa. Lalu, perasaan iri kerap muncul, mengapa orang-orang itu sangat hebat-hebat.

Nanda misalnya, lelaki Gayo yang mengajar di MAN juga Perguruan Tinggi Gajah Putih, kelahiran 94 kalau saya tidak silap, telah dipercaya membedah karya penulis kaliber. Azhari, adalah salah satu perwakilan Indonesia di Frankfurt Book. Ajang terprestisius dalam pagelaran buku. Saya memperhatikan Nanda, saat berbicara memiliki referensi yang bagus.

image

Nanda, tidak hanya membaca tapi juga keseriusannya begitu terasa. Ia berupaya menilai secara pribadi terhadap buku kura-kura berjanggut, pun mencoba membandingkan dengan buku sastra lainnya. Seperti bukunya Orham Pamuk, Turki. Ada banyak hal yang ia sampaikan yang semuanya nampak ia punya pengetahuan luas.

Sort:  

Droneuh menjadi penyimak yang luar biasa bunoe. Sang setiap gerakan pun terekam apalagi diskusi yang seru tadi

Sebenarnya bang kan, le yang jeut ta serap. Cuman agak karu bak tanyoe dong. Leuh nyan, Bang Ayi kadang wate geujaweb carong geuh; politis si angen.

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 63457.41
ETH 3119.12
USDT 1.00
SBD 3.94