Khawatir: Benalu yang Menggerogoti Iman
Para pedagang makanan itu silih-berganti menghampiri semua penumpang bus, menawarkan nasi bungkus, mie goreng, dan makanan lain. Beberapa penumpang akhirnya membeli, termasuk saya. Saat dicicip, mie goreng yang katanya, “Masih panas, baru digoreng,” itu ternyata sudah dingin.
Seperti para pembeli lain, saya tidak mempersoalkan ‘tipuan’ kecil itu. Yang menarik bagi saya, meski tidak kenal pedagangnya, para pembeli menyantap makanan mereka dengan tenang. Tak peduli makanan itu berkemasan seadanya, jauh dari kesan profesional, apalagi standar higienis.
Sikap ini adalah contoh refleksi iman dalam hidup kita. Para pembeli tidak khawatir bakal sakit perut atau keracunan mengonsumsi makanan pedagang jalanan. Lalu, mengapa banyak orang Kristen tidak yakin dengan makanan dari tangan Tuhan? Seberapa sering kita dihantui kekhawatiran akan hari esok? Apakah besok kita masih bisa makan, minum, berpakaian, membayar tagihan?
Allah adalah Bapa yang bertanggungjawab
Banyak orang (termasuk orangtua dan mertua saya) ketika ditanya kabarnya, akan menjawab, “Baik. Kecuali yang satu itu. Kanker, alias kantong kering.”
Mendengarnya, saya hanya tertawa dan menimpali, “Betapa baiknya Tuhan. Dari dulu sampai sekarang kita selalu kantong kering, tapi ternyata kita masih hidup dan tidak kekurangan apapun.” Lantas, mereka ikut tertawa sambil mengangguk-angguk.
Saudaraku, Allah berharap kita mempercayai-Nya sebagai Bapa yang bertanggung jawab atas hidup kita. Tertulis di Matius 6:25a, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum …”
Daud yang sudah menyaksikan kesetiaan Tuhan pun menulis:
“… tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti.” – Mazmur 37:25b.
Khawatir adalah benalu iman
Ibrani 11:1 mendefinisikan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”
Pada dasarnya, khawatir dan iman memiliki kemiripan. Keduanya sama-sama terkait pada suatu hal yang belum kita lihat, karena belum terjadi. Bedanya, iman berorientasi pada hal positif—harapan, penyerahan, kepercayaan. Sebaliknya, khawatir berorientasi pada hal negatif, yaitu gelisah, takut, dan cemas.
Ibarat benalu, rasa khawatir akan menggerogoti dan mematikan pohon iman kita. Khawatir membuat perasaan tidak enak, usaha tidak maksimal, dan menjadi celah masuk berbagai penyakit pikiran. Padahal, belum tentu kenyataan itu seburuk yang kita pikirkan.
Ketika masa-masa sulit menghadang, beberapa tips ini bisa membantu memelihara iman Anda:
1.Hitung berkat Tuhan
“Berkat Tuhan mari hitunglah … Kau ‘kan kagum oleh kasih-Nya …”
Demikian cuplikan lirik salah satu lagu rohani yang sering kita nyanyikan. Kita perlu ingat bagaimana Tuhan menolong kita dalam masa-masa sulit. Jangan lupakan setiap pertolongan dan doa yang telah terjawab.
Kalau dulu Tuhan menolong kita, berarti kini dan kelak pun Dia akan menolong kita lagi. Karena Dia adalah Tuhan yang setia (2 Tesalonika 3:3). Membuat daftar doa yang telah terjawab dapat menyegarkan iman Anda.
2.Miliki doa yang mengubahkan
Matius 6:34 mengatakan bahwa setiap hari memiliki kesusahannya sendiri. Artinya, selama kita hidup, masalah dan persoalan akan datang dan wajib kita hadapi. Membawanya dalam doa yang spesifik akan menolong.
Belajarlah dari Yesus yang berdoa berkali-kali di Taman Getsemani pada malam sebelum Dia ditangkap. Yesus berdoa secara spesifik tentang ketakutan-Nya menghadapi kayu salib. Setelah tiga kali berdoa, Yesus pun merasa siap.
Hal-hal apa yang sedang mengikis iman kita saat ini? Apakah karena kita kurang berdoa? Luangkan waktu untuk berdoa secara spesifik mengenai masalah Anda. Kalau doa tidak mengubah keadaan, berarti kitalah yang sebenarnya sedang diubah. Dari orang yang khawatir menjadi orang yang penuh iman dan siap menghadapi apapun.
3.Lakukan bagian kita
“Aku beriman, jadi Tuhan pasti menolongku.” Pernyataan ini terdengar begitu rohani, tetapi amat naif jika tanpa dibarengi tindakan nyata. Contoh, seorang bapak yang malas-malasan bekerja dan yakin Tuhan akan mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Ini bukanlah iman, tetapi topeng untuk menyembunyikan keburukannya.
Dalam Yakobus 2:20 dikatakan, “Iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong.” Kita meminta Tuhan bekerja, tapi kita sendiri tidak mau bekerja. Siapakah Tuhan bagi kita? Apa jangan-jangan kita sedang menjadikan Tuhan sebagai pembantu kita?
Jadi, berdoalah dan lakukan bagian kita. Selanjutnya, biarkan Tuhan yang menggenapi rencana-Nya.
Tidak ada hidup yang tanpa masalah. Namun, alih-alih khawatir, mari jadikan permasalahan sebagai arena melatih iman. Ingatlah pertolongan-Nya di masa lalu, miliki doa yang mengubahkan, dan lakukan bagian kita. Setelah itu, Tuhan akan melakukan bagian-Nya. Yuk, let’s say good bye pada kekhawatiran!
Source : https://gkdi.org/blog/khawatir-benalu-yang-menggerogoti-iman/