About Him, My Brother in My Big Family

Hai sobat Steemit..

Hari ini aku ingin bercerita sedikit tentang Habibullah Alkartawi. Anak pertama dari kakak ayahku.

Mau tau kenapa aku ingin bercerita tentangnya walau sekilas..??
Karena ia memiliki gambaran kehidupan yang hampir mirip dengan diriku. Dan dia adalah kelurga besarku.

Screenshot_2017-11-01-14-48-25.png

Adikku yang akrab dipanggil habib ini memiliki kehidupan yang unik. Tidak semua orang bisa sepertinya, dan itu membuat ku bangga padanya.

Sewaktu kecil, ia telah kehilangan ibunda yang melahirkannya. Ia hidup hanya bersama ayah dan juga neneknya.

Hidup bersama ayah dan neneknya, yang merupakan ibu dari ayahku juga.

Nenek memiliki 8 orang anak. Ya, walaupun sejarah mencatat ada 11 orang. Namun telah lebih dahulu dipanggil oleh Sang Maha Kuasa.

Ayah habib adalah anak kedua nenek. Ia memiliki dua orang anak dengan dua orang istri. Hal itu terjadi setelah ibu dari habib meninggal dunia saat ia berumur sangat kecil.

Begitu juga denganku. Aku dan adikku afna juga telah di tinggalkan oleh mama di saat aku berumur 5th dan afna berumur 3th.

Namun itu tidak membuat kami berkecil hati seperti dulu lagi. Kami masih bersyukur ketika masih memiliki seorang ayah yang langsung berperan rangkap, sebagai ayah juga sebagai ibu.

Seperti yang ku katakan tadi, kisah kami persis dan banyak kesamaan.

Lanjut tentang habib..

Setelah ibunya meninggal, habib lebih banyak dikasuh oleh sang nenek. Nenek pun memiliki peran sebagai seorang ibu di saat ayahnya pergi bekerja dan mencari nafkah.

Mulai dari ia bangun tidur, mandi, makan, bermain hingga kebersihannya nenek lah yang menjaga. Dan ia tidak akan langsung beristirahat di saat sang ayah pulang dari tempat bekerja. Bahkan ia akan tetap mengambil alih tugas mengasuh di saat sang ayah lelah sekembalinya dari bekerja.

Itulah nenek. Ia tak akan pernah melepaskan sesuatu yang telah ia sayangi, baik berbentuk benda atau sebuah nyawa.
Hal ini masih terjadi hingga saat ini.

Berawal dari habib, cucu pertama yang menjadi asuhannya di rumah. Dan diikuti dengan jejak ku bersama afna setelah mama meninggal.

Kami tinggal di rumahnya, dan di atas tanahnya. Dan itu berlangsung hingga kini. Setelah ini semua besar dan berada pada tingkat perkuliahan.

Padahal, dalam adat Minang, orang-orang yang tinggal bersama orangtuanya di rumah dan tanah yang sama ialah anak perempuan. (Bahasan pewaris kekayaan matrilineal). Namun kami yang termasuk anak dari anak lelakinya nenek tetap ia terima di rumah tersebut dengan lapang dan sangat terbuka.

Pengorbanannya sangatlah besar. Bahkan hingga kami bersekolah pun, ia tak jarang tuk mencurahkan harta bendanya untuk kami.

Hal yang amat besar teringat dalam ingatan ialah di saat akan bersekolah. Nenek akan melengkapi semua kebutuhan sekolah kami mulai dari pakaian, alat tulis dan perlengkapan lainnya.

Memang uang yang dibelikan itu yang ayah, namun tak sedikit juga ia menambahkannya. Apalagi tenaga yang ia keluarkan pada saat umur yang telah lanjut.

Nenek selalu bersemangat walaupun itu adalah keperluan kami. Bahkan ketika habib ataupun aku tak berani meminta pada ayah, nenek lah yang akan menyampaikannya. Maka tak salah, jika ada statement yang mengatakan bahwa "Nenekku Pahlawanku."

Kembali ke cerita habib.

Aku, habib dan afna adalah saudara yang hanya memiliki space umur 1 th.

Di saat aku duduk di kelas tiga, maka habib berada di kelas dua dan afna berada di kelas satu.

Kami selalu bermain bersama. Namun setelah lebih mengenal dunia luar, habib lebih antusias untuk bermain bersama teman-teman seangkatan.

Begitu juga dengan afna dan aku. Namun aku terkadang sering untuk berdiam di rumah. Dan mengikuti gerak- gerik tanteku kemanapun mereka pergi.

Namun walaupun begitu, aku sangat bersyukur ketika memiliki nenek yang sangat peduli akan kekuatan kebersamaan dan Saling bantu. Hingga akhirnya kami tetap kompak hingga saat ini.

Buktinya, jarak yang jauh pun masih bisa kami gunakan untuk berkomunikasi dengan baik.

Habib saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan dengan jurusan teknik elektro semester 3. Afna di jurusan sastra Inggris semester 3 dan aku di jurusan ilmu komunikasi semester 7.

Ya, walaupun sedikit telat masuk ke perkuliahan, habib masih memiliki semangat yang tinggi tuk belajar. Ia tak pernah merasa minder saat berada di kelas, padahal teman-teman kuliahnya kebanyakan lebih muda 1th dari pada dirinya.

Mengapa harus malu, toh ia terlambat kuliah karena mencari biaya tuk kuliah dengan bekerja.

Nah inilah yang ku banggakan dari sosok habib. Bahkan aku yang lebih tua dari dirinya pun belum bisa melakukan hal tersebut dengan maksimal.

Ya, habib rela menunda kuliahnya satu tahun untuk mendalami ilmunya di bidang teknik elektro sekaligus mengumpulkan dana tuk mendaftar kuliah.

Ia tidak ingin meminta dana dari ayahnya. Apalagi dari neneknya.

Aku pun berusaha membantunya dengan mencarikan beasiswa untuknya. Namun tetap saja, ia ingin bekerja. Begitulah keputusan yang ia ambil.

Namun sungguh, ia sangat menikmati hidupnya. Ia benar-benar bekerja keras dan ingin terus menjelajahinya dengan kekuatannya, kaki juga tangannya.

Hal itu belumlah ku miliki, sehingga terkadang aku merasa iri padanya.

Namun walau begitu, aku takkan pernah kalah dari semangatnya. Aku bisa sepertinya dan aku akan gapai semua tentang itu. Jika tidak sendiri, aku akan berusaha bersama yang lainnya.

Tekadku..!!!

Lhokseumawe,
Rabu, 1 November 2017

Sort:  

#indonesia maju indonesia jaya!

Amin. Semoga sukses :)

Kami sudah upvote..

Coin Marketplace

STEEM 0.14
TRX 0.24
JST 0.033
BTC 89956.38
ETH 2238.53
SBD 0.84