INDONESIA (ACEH) VS PENJAJAH BELANDA

pembunuhan cara Aceh. Biasanya dilakukan oleh perorangan yang dengan tiba-tibamenyerang Belanda, lanta ran keyakinannya yang mantap, bahwa jalan yang pasti untuk sampai ke surga dengan segala pahalanya adalah dengan cara mati syahid melawan musuh-musuh kafir yang tidak diridhoi oleh Allah. Pembunuhan itu dilakukan secara sadar dan dipersiapkan secara matang. Biasanya sebelum melakukan tindakan tersebut, yang bersangkutan terlebih dahulu menyelesaikan urusan
duniawinya, menyucikan diri, kemudian berangkat dengan tenang ke kota untuk menjumpai Belanda, dan kemudian secara tiba-tiba menghunjamkan rencong atau pedang kepada korbannya. Belanda menilai tindakan yang gagah berani itu sebagai suatu "penyakit kejiwaan

Muslimin: julukan yang diberikan kepada orang-orang Aceh yang fanatik dan memilih jihad fisabilillah daripada hidup dijajah Belanda. Kaum Muslimin popuier selama Perang Aceh 1873 s / d 1941
dan sangat ditakuti Belanda. Pada penghujung tahun 1925 sekitar 18 Muslimin Aceh Barat ditangkap Belanda karena merencanakan penyerangan transportasi Belanda di Blangkejeren. Pada Juni 1926sebanyak 60 Muslimin ditangkap dengan tuduhan akan menyerang tangsi Belanda Blangkejeren.
Dalam Pemberontakan Bakongan (1926) juga banyak para Muslimin dibantai Belanda. Pada tahun 1928 tiga ulama
Pidie memimpin serangan pada angkutan Belanda, tetapi gagal. Namun Belanda berhasil mengorek informasi bahwa kaum Muslimin menyiapkan perang sa bil pada tahun mendatang (1932). Informasi itu
bukan omong kosong. November 1933 kaum Muslimin dari Lhong, pantai barat Aceh Besar menyerang pos-pos Belanda.
Sebanyak 14 Muslimin ditangkap, sementara 40 orang lagi masih berkeliaran. Pada bulan Juli 1937 seorang ulama adfLeupueng dan tiga pengikutnya menyatakan perang sa bil dengan Belanda.
Mereka adalah pengikut Muslimin. Belanda mencirikan kaum Muslimin sebagai orang-orang yang telah mengangkat sumpah untuk melawan Belanda sampai titik darah penghabisan.(foto schepeens dan schimit;dua belanda korban "aceh pungo"oleh Teuku ben titue dan amat leupon)