The Diary Game, Better Life, "The Power of Emak-emak" 22 Maret 2021
Rasanya baru saja merebahkan badan, tapi mentari sudah muncul kembali. Pagi ini aku bangun sedikit kesiangan sekitar pukul 06.50 WIB, sehingga melewatkan waktu subuh. Ada rasa sedih di hati, tapi ya mau gimana karena memang waktu subuh itu begitu singkat.
Pasalnya semalam aku tidur terlalu larut karena menyelesaikan tugas menulisku, jadi bangunnya kesiangan. Terus apa yang dilakukan emak-emak sepertiku kalau bangunnya kesiangan? Yang pasti kocar-kacir dong menyiapkan ini dan itu, terlebih hari ini adalah Senin. Untung si Cahya belum sekolah, kalau nggak pastinya aku semakin sibuk lagi di pagi hari.
Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, mumpung si Cahya masih tidur. Setelah itu, aku menanak nasi. Kali ini menggunakan rice cooker, bukan lagi di dalam panci seperti tempo hari. Jadi, sedikit lebih gampang.
Baca juga tentang The Diary Game, Better Life, "Cara Menanak Nasi Menggunakan Panci" 28 Januari 2021
Abah Cahya bangun dan sedikit terkaget karena jam menunjukkan pukul 07.30 WIB. Ia pun segera menuju kamar mandi. Apesnya kami pagi ini, air PDAM tidak hidup dan aku lupa menyetok air di dalam ember, jadi harus berhemat airlah dan mandi seminimnya saja.
Dikarenakan jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, Abah Cahya meminta segera untuk di antarkan ke kantornya, sarapan pun ia tak sempat. Biasanya aku tidak perlu mengantar Abah Cahya, tapi karena aku perlu motor hari ini untuk berobat ke rumah sakit, jadi aku harus mengantarkan terlebih dahulu Abah Cahya ke kantor.
Untung adik sepupuku yang tinggal bersama kami hari ini tidak kuliah, jadi Cahya aku tinggalkan bersama dia. Seteleh memberi makan Cahya dan memandikannya, aku pun bersiap menuju Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUD ZA) Banda Aceh.
Di sana aku akan menuju pelayanan poli gigi dan mulut karena tambalan gigiku harus dibongkar. Sebelum itu, aku daftar online terlebih dahulu agar tidak terlalu berdesak-desakan mengantri di sana. Rupanya pendaftaran online RSUD ZA, tidak bisa melalui websitenya seperti biasa.
Penampakannya seperti ini saja tanpa ada kolom pendaftaran seperti biasa
Aku pun mulai panik, membayangkan harus mengantri di loket pendaftaran rumah sakit membuatku mengurungkan niat untuk ke sana. Kemudian aku terpikir kenapa tidak mencoba menggunakan aplikasinya saja? Aku pun kemudian mengdownlaod aplikasi RSUD ZA di Playstore.
Taraa, akhirnya berhasil juga pendaftaran oline dan aku mendapatkan kode barkodenya untuk dibawa ke loket pendaftaran online yang ada di sana.
Daftar Online
Sesampainya ke RSUD ZA, aku langsung menuju loket pendaftaran online yang berada di loket 11. Aku melihat begitu banyak pasien yang mengantri di loket pendaftaran manual.
“Andaikan aku tidak daftar online tadi, pasti aku sudah mengantri seperti mereka,” ujarku dalam hati.
Di loket pendaftaran online tidak ada petugasnya di sana. Padahal sebelumnya selalu ada petugas standby di sana walau tidak banyak pasien yang mendaftar secara online. Aku pun memutuskan untuk menunggu, mungkin petugasnya sedang ke belakang ujarku dalam hati.
Situasi saat saya datang hingga 10 menit lamanya menunggu
Aku pun duduk menunggu dan mencoba berinteraksi dengan seorang ibu yang duduk di sampingku. Aku mengira dia juga menunggu petugas loket pendaftaran online. Rupanya dia menunggu antrian di loket sebelah yang daftarnya secara manual.
Sepertinya cuma aku pasien yang daftar online karena beberapa pasien yang duduk di depan loket pendaftaran online, bukanlah sedang menunggu petugas loket tersebut, tapi menunggu antrian di loket lain.
Setelah 10 menit menunggu, petugasnya itu belum juga muncul-muncul. Akhirnya aku bertanya ke petugas sebelahnya, di mana petugas loket pendaftaran online karena aku mau mengambil surat registrasi menuju ke poliklinik.
Akhirnya, baru muncul petugas tersebut dan memproses berkasku. Rupanya dari tadi dia di situ, hanya saja tidak duduk di kursi loket pendaftaran online. Lah, aku mana tahu dia petugasnya karena dari tadi kursi tersebut kosong.
Tidak sampai 5 menit, surat registrasi tersebut selesai. Aku pun menuju poliklinik gigi dan mulut, melewati deretan antrian pasien yang sedang menunggu di loket pendaftaran manual. Sepintas aku melihat seorang kakek yang duduk di brangkarnya, sepertinya dia juga sedang mengantri dibantu oleh keluarganya.
Di sudut lain, aku melihat seorang bayi yang sedang digendong ibunya duduk di kursi tunggu loket pendaftaran pasien. Ah, kenapa mereka tidak menggunakan pendaftaran online saja yang lebih mudah dan cepat sih, upatku dalam hati.
Loket pendaftaran manual
Ingin rasanya menghampiri mereka dan bertanya, tapi aku urungkan niat itu karena waktuku tidak banyak. Sebelum Cahya bangun dari tidurnya, aku harus balik lagi ke rumah, sebab sebelum aku pergi tadi dia kutidurkan dan kutitipkan sama adik sepupuku.
Sesampai ke poliklinik gigi dan mulut, aku memberikan surat pengantar dari loket pendaftaran online. Tidak lama menunggu akhirnya aku dipanggil oleh petugas poli untuk masuk dan menemui dokter gigi yang menanganiku.
Empat hari sebelumnya aku juga kemari dengan dokter yang sama untuk menambal gigi sebelah kananku yang sudah terlepas tambalannya. Hari ini gigi sebelah kiriku pula yang harus dibongkar tambalannya karena sering sakit. Sebab, tambalan ini pun sudah dua tahun lebih dan sepantasnya dibongkar, lalu dilakukan perawatan.
Sekitar 10 menit akhirnya proses perawatan gigiku selesasi. Dokter membuat surat kunjungan ulang karena seminggu kemudian tambalan gigiku harus dibuka lagi dan dilakukan perawatan. Hal ini dilakukan sampai 3 kali kunjungan, sama seperti sebelum-sebelumnya saat aku melakukan perawatan gigi.
Jemput Paket
Setelah selesai urusan perawatan gigi, saatnya aku menuju terminal Batoh untuk menjemput paket yang dikirimkan ibuku dari kampung. Aku melajukan sepeda motorku ke sana, targetku harus sampai kembali ke rumah sebelum Cahya bangun dari tidurnya.
Selama 40 menit aku sudah menghabiskan waktu di rumah sakit untuk perawatan gigi. Sekarang bagaimana cara 20 menit bisa mengambil paket ke terminal dan kembali lagi ke rumah sebelum pukul 12.00 WIB.
Beruntung saat itu jalanan tidak terlalu ramai, jadi aku mudah melajukan sepeda motorku tanpa banyak hambatan. Sesampainnya ke terminal, aku menghubungi sopir L300 yang membawa paketku, setelah itu aku membayar ongkosnya dan membawa paket itu pulang ke rumah.
Kalian pasti penasaran isi paketnya, sampai aku bela-belain menjemputnya ke terminal. Paket yang dikotakkan ibuku itu ialah sarung kasur sulam benang emas pesanan salah satu temanku. Aku langsung membuka paket itu ketika tiba di rumah.
Ini isi paketnya
Untungnya Cahya belum bangun saat itu. Aku pun segera mengeluarkan isi paket itu dan mengenakannya ke kasur untuk mencocokan apakah hasil jahitan kasab itu sesuai dengan pesanan. Dan ternyata hasilnya cukup memuaskan.
Kasab ini dibuat oleh pengrajin yang tidak lain adalah ibuku, kakak, alot, dan adik sepupuku. Mereka mengerjakannya selama dua minggu yang dikerjakan secara manual menggunakan tangan. Di lain waktu akan aku ceritakan proses pembuatan kasab ini.
Tugasku sekarang ialah mendokumentasikan hasil pesanan orang ini sebelum dikasih ke orang yang memesannya. Selain sarung kasur ini, juga ada sarung bantal untuk sandaran kursi. Ini pesanan dari seorang warga Aceh yang menetap di Jakarta.
Setelah selesai mendokumentasikannya hasil kasab tersebut, Cahya bangun dari tidurnya. Dia tidak mengetahui banyak hal yang kulakukan selama ia tertidur. Baginya aku selalu ada untuknya selama ia terjaga.
Aku pun kembali ke rutinitasku, yaitu memasak, menemani Cahya bermain, dan menyuapinya makan di tiap waktu makannya tiba. Bagiku, ini momen penting yang harus kulakukan sebelum Cahya bisa melakukannya sendiri. Aku ingin menjadi ibu yang terbaik untuknya dan selalu ada untuknya.
Dan ketika Cahya tidur kembali di waktu siangnya, aku kembali ke aktivitasku. Kali ini aku menyiapkan skrip tulisan untuk klienku. Sebab, untuk satu bulan ini aku sudah terikat kontrak dengan salah satu perusahaan.
Jadi, di sela-sela menjaga dan membersamai Cahya, aku mengerjakan pekerjaanku. Termasuk menulis cerita ini kutulis saat Cahya terlelap bersama mimpi-mimpinya.
Lewat tulisan ini ingin kusampaikan bahwa seorang ibu mempunyai kekuatan yang luar biasa, ia bisa mengerjakan banyak hal tanpa melupakan perannya sebagai pengasuh. Jadi, sudah sepatutnya kita berbakti kepada ibu karena Tuhan mempunyai alasan kenapa surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Terima kasih juga buat @steemcurator08 yang telah menghargai tulisanku sebelumnya dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.