Haruskah Anak yang Disalahkan?
Dua hari yang lalu, beberapa grup Whats App yang aku ikuti sibuk memperbincangkan tentang video viral seorang anak yang menonton video yang bukan sepantasnya (red porno).
Keresahan datang dari kaum mak-mak yang mempunyai anak seusia anak di video tersebut. Aku mengerti bagaimana keresahan mereka, meskipun aku belum mempunyai anak, tapi aku ikut merasakan keresahan itu. Karena penasaran, aku mencari video tersebut dan ternyata sudah ditonton lebih 16 ribu kali.
Video yang berdurasi sekitar 1 menit, mempelihatkan seorang anak yang menonton video itu dalam jarak dekat. Di sampingnya ada seorang wanita dewasa yang seolah acuh terhadap apa yang ditonton gadis kecil itu.
Melihat videonya, aku begitu kesal kepada orang yang mengambil video itu lalu menyebarkannya hingga menjadi viral. Apakah dia tidak menyadari bahwa dia juga punya anak, adik, dan keponakan?
Jika pun itu karena kelalaian orangtuanya, apa salahnya dia menegur, bukan mengvideokan. Inilah yang disebut manusia jaman now, di mana semua orang ingin diakui di dunia maya, tapi tidak peduli di dunia nyata.
Orangtua pun juga lupa akan perannya, sehingga hanya menjadi simbol saja sebagai sebutan ayah atau ibu. Giliran kejadian seperti ini, kerap kali anak yang disalahkan sehingga berdampak buruk kepada anak.
Peran yang terlupakan
Kebanyakan orangtua berpikir perannya hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis saja, seperti oksigen, nutrisi, air, istirahat, tidur, pakaian, dan tempat berlindung (rumah). Sedangkan kebutuhan ekonomi lebih ke materialistik yang sifatnya untuk memenuhi rasa senang, seperti memberikan ponsel dengan maksud untuk malalaikan anak atau mengikuti trend kekinian.
Untuk kebutuhan biologis mungkin jarang ditemui masalah, apalagi kalau keluarga tersebut sudah berada pada taraf keluarga sejahtera. Akan tetapi di keluarga sejahtera ini yang sering muncul anak atau remaja bermasalah, karena kealpaan peran orang tua.
Kebutuhan akan materi membuat orang tua memiliki kewajiban hak akses terhadap anak, apalagi dengan tututan zaman digital sakarang ini. Akses terhadap media seperti internet, sudah menjadi trend di kalangan anak dan remaja, padahal tidak semuanya membutuhkan itu.
Anak mulai kecanduan bermain game online, terlibat dengan banyak orang yang tidak dikenal di media sosial, bahkan dengan mudahnya mengakses tontonan yang bukan sewajarnya.
Dalam kasus seperti ini berbagai masalah bisa muncul, entah dari pemikiran anak yang dewasa sebelum usianya, perilaku yang menyimpang atau berbagai isu tentang kenakalan anak dan remaja, dikarenakan oleh kebebasan hak akses yang diberikan kepada anak.
Disamping berkewajiban memberikan hak akses kepada anak, peran orang tua yang sering terlupakan ialah kewajiban mendampingi anak. Ketika hak akses diberikan, tentunya harus ada pendampingan supaya ada batasan tertentu. Jika dibiarkan tanpa ada pendampingan, maka media akan berperan lebih dibandingkan orang tua dalam membentuk karakter anak. Akibatnya anak akan lebih banyak belajar berkat bantuan media, dibandingkan mengetahui langsung dari orangtuanya sendiri.
Suatu hal yang baik bila internet digunakan untuk mengakses konten positif, namun bila kasusnya seperti video viral tempo hari, bagaimana perasaanmu sebagai orangtua?
Siapa yang Salah?
Kalau sudah begini jadinya, siapa yang salah? Haruskah kita menyalahkan anak karena kelakuannya?
Sadarilah wahai para orangtua. Anak bukannya miniatur orang dewasa yang tumbuh dengan begitu saja. Bila kamu hanya memberikan kebutuhan biologis dan ekonomis saja, kambing pun juga melakukan itu untuk anaknya.
Jadi, semua kembali kepada peranmu sebagai orang tua, karena hasil didikanmulah yang menjadikan anak itu sebagai apa nantinya.
Anak yang dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki.
Anak yang dibesarkan dengan permusuhan dan kekerasan, dia belajar membenci.
Jika cemoohan sering didapatkan anak, maka dia akan rendah diri.
Saat anak dibesarkan dengan hinaan, dia menyesali diri.
Sebaliknya jika hal positif yang diterapkan orang tua, maka anak tersebut akan tumbuh dengan jiwa positif.
Anak yang dibesarkan dengan toleransi, dia akan belajar menahan diri.
Jika dipenuhi dengan pujian, dia belajar menghargai.
Anak yang dibesarkan dengan dorongan, dia akan percaya diri dan jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka dia belajar menyenangi diri.
Benar sekali mba, peran orang tua yg terpenting..
Iya, semoga kita bisa berperan sebagaimana mestinya ya, tidak hanya sekadar simbol.
bekali anak dengan ilmu dan iman, agar dia selamat dunia dan akhirat.
^^ mari kita jaga silaturrahmi kita ^^
Benar sekali, tapi tetap harus didampingi jangan hanya dibekali saja.
Calon ibu cerdas dan shalihah insyaallah😇
Amin ya Allah, semoga kita termasuk bagian dari itu.
Td baru liat videonya...miris
Sangat kak. Kita yang lihatnya urut-urut dada.
Orang tua memang seringkali abai entah memang tidak peduli terhadap anak-anak mereka. Mereka hanya fokus pada bahagia mereka saja.
Semoga kita tidak menjadi orangtua seperti itu ya.
Iya amin. Semoga ya...
Setuju kakak, orang tua adalah guru pertama bagi si buah hati, karena itu orang tua sangat berpengaruh dengan tingkah laku si anak nantinya
Yups, benar sekali. Bila semua orangtua mengerti hal ini, tentu tidak ada kejadian seperti video tempo hari. Semoga anak-anak kita nantinya dilindungi dari serangan negatif dari media.
Aamiin yarabbal alamin 🙏
Setuju, aku tidak habis pikir sama orang yang merekam kejadian itu. Padhaal lebih bijak jika dia memberitahu orang tuanya. Kalaupun ingin mengabarkan kepada khalayak akan sesuatu yang tidak patut dicontoh, bisa dengan ditulis saja, tanpa perlu nge-share videonya. Salah kaprah!
Itulah kak, maunya ditangkap orang yang menyebarkan video itu ya. KPI pun lemah banget dengan perilaku seperti ini. Aku nggak kebayang bagaimana shocknya ibu anak itu dan pastinya anak yang jadi sasarannya atas kemarahan dan rasa malu yang ditanggung oleh orangtua.
Kakak juga tidak setuju dengan cara dia, tapi mari berpikir setelah ia rekam lalu dicoleknya ibu di samping anak sebentar. "maaf Bu, anaknya sedang nonton apa itu, ya?"
Lalu kalau video itu tdk ada, apakah banyak ortu dan calon ortu tersentak kaget? Apa yang sebenarnya terjadi saat ini merelakan anak berkarib dgn gawai adalah fenomena gunung es. Bu Elly Risman sudah jauh hari mewanti-wanti, sejak jaman parabola dulu, sekarang ditambah gawai di ujung jari. Bahaya pornografi, narkolema narkolema....ia lebih bahaya dari narkoba mana pun!
Setelah ada video itu, segrup komplek heboh..lalu apa? Jam gawai anak pun tak juga berubah. Anak-anak masih menenteng gawai tanpa ditemani ortu sebenar-benar ditemani. Tetap tak jera, atau tak kuasa mengendalikan anak. Wallaahu'alam.
Kami selaku ortu yg menerapkan jam.gawai pada anak sangat kewalahan, benar ia ikut aturan di rumah, lalu ke tempat teman yang difasilitasi gawai tiap pulang sekolah, sudah terpapar lagi. Kami lah yang harus mengokohkan jiwa dan prinsip-prinsipnya. Do and don't dijabarkan semua di dalam rumah, itu pun harus hati2 menangkap jiwa anak. Kalau ia merasa, ah banyak sekali aturan di rumah ini, orang lain saja tdk begitu, anak pun backstreet. Berabe.
Jadi memang kita harus memandang dari banyak sudut, Yel..kalau kakak ingin sekali ada sekolah ortu dan awal duduk itu diperlihatkan kasus2 kayak gini di depan hidung kita. Supaya tahu ini ada banyak, supaya aware, supaya jangan abai kita sbg ortu dan calon ortu. Kalau Bu Elly Risman, banyak mencatat kasus2 narkolema yg mengerikan, maka di seminar beliau, ortu tdk boleh bawa anak usia di atas satu tahun dalam seminarnya. Karena awal ia akan paparkan kasus2. Merinding melihatnya...
Sepakat kakak.
Zaman sekarang, justru ortu yang harus disekolahkan lagi. Sekolah tata cara mendidik anak.
Bakal susah ketika kita berharap anak begini (berbuay baik) tapi ortu nya justru begitu. Gak nyambung proses mendidiknya.
Tetap semangat kakak mendidim generasi briliant dan sholeh/sholehah di akhir zaman.
Semoga pemerintah segera ambil sikap dengan kasus-kasus seperti. Kalau dulu ada kalimat wajib belajar saat usia 9 tahun, sekarang wajib belajar mendidik anak sebelum punya anak. Jangan nantinya anak dibiarkan tumbuh dan berkembang begitu saja tanpa pendampingan.
Iya. Sepakat Yelli.
Iya.. Benar Yel. Anak jelang balig juga harus dapat pendidikan menjadi suami atau istri. Yang ngajarin ortunya. Itu Bu Elly Risman punya kurikulum semacam itu. Catatn lagi, ternyata yang mengajarkan anak ilmu agama mesti ortunya. Kalau misal ortu kurang juga ilmu agama, sama2 ngaji...