Kebenaran yang Kurang Menyenangkan, Tapi Harus Disampaikan

in #indonesia7 years ago (edited)

Tulisan saya yang diterbitkan Kompas, 29 Januari 2018, berjudul "Republik Laki-laki" ini kira-kira sama moral pesannya dengan film dan kemudian juga dibukukan, An Inconvenient Truth karya Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat.

Republik Laki-laki.jpg

Film An Inconvenient Truth itu sendiri berbicara tentang perubahan iklim global, yang salah satunya terjadi karena perlombaan teknologi, termasuk teknologi perang, dan perilaku masyarakat modern yang merusak hutan dan sumber air sehingga terjadi meningkatan suhu bumi. Jika perilaku ini tidak dihentikan, kiamat sebenarnya tinggal menunggu waktu rapat.

Namun, di sisi lain bahaya pemanasan global ini dianggap sepele, termasuk oleh ilmuwan "pro-pemanasan global". Kalangan ilmuwan prokapitalis ini menganggap bahwa isu pemanasan global, meskipun benar, sesungguhnya telah didramatisasi untuk meningkatkan sentimen publik. Maka tepat jika Al Gore memembuat judul untuk karyanya ini, Inconvenient Truth, kebenaran yang tak menyenangkan, karena ada "musuh-musuh" lingkungan yang pasti berargumentasi sebaliknya.

Film yang juga memenangkan Oscar untuk kategori film dokumenter ini, menjadi saksi bahwa perusakan lingkungan akan membuat umur bumi dengan cepat menua. Industri perkayuan, perkebunan monokultur seperti sawit dan karet, limbah industri manufaktur dan perakitan perangkat komputer, otomotif dan persenjataan, pertambangan, dll telah membuat sunga-sungai tercemar, hutan-hutan menghilang, es di kutub mencair, polutan memenuhi udara, dan penyebab munculnya penyakit kanker dan gangguan genetika. Namun masih saja orang banyak kurang percaya karena kurangnya penyampaian informasi tentang ini.

Aninconvenienttruth.jpg
Source:

Tulisan saya di atas mewakili inconvenient yang lain lagi, yaitu tentang pelecehan dan penistaan perempuan posisi perempuan. Tulisan di atas mengambil sudut pandang tentang mangkraknya rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang dianggap telah mereduksi semangat awal RUU untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual dan sebagai korban di mata hukum. Pasal-pasal terkait dengan pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi, pencabulan, perbudakan seksual, dll. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering melihat perempuan dikata-katai di depan publik terkait pakaian atau dandanan yang dikenakannya, dan kita tak merasa itu sebagai humiliasi perempuan.

RUU ini sendiri sudah mengurangi banyak substansi, seperti berkurangnya 15 bab menjadi 13 bab, 102 pasal dari 152 pasal juga telah menghilang, dan pemerintah ngotot menghilangkan substansi penting yang telah disusun oleh Forum Pengada Layanan (FPL) di daerah dan Komnas Perempuan ("Pengurangan Hak Korban Dipertanyakan", Kompas, 17 Oktober 2017). Jika sudah dipreteli begitu, apanya lagi yang mau dipertahankan? RUU ini sendiri memang berasal dari inisiatif parlemen, dan pihak pemerintah sebagai bagian dalam penyusunan undang-undang malah berpikir regresif. Padahal Kementerian yang mengurus masalah ini ini dipimpin oleh "tokoh perempuan" seperti Puan Maharani dan Yohana Yembise.

Tulisan saya di Kompas ini juga menyoroti kasus-kasus pelecehan dan kekerasan perempuan di dayah atau pesantren. Sebenarnya temuan atas kasus-kasus memalukan itu bukan menjadi tujuan utama pekerjaan kami, yaitu tim periset Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan The Asia Foundation (TAF). Kasus-kasus seperti ini terjadi karena standar operasional prosedur (SOP) terutama di dayah tradisional (salafy) yang masih cukup buruk.

IMG_20171010_121050.jpg

Riset ini sendiri mengambil judul Hak-hak dan Akses Perempuan dalam Dunia Pendidikan di Aceh Utara, yang awalnya hanya kajian perda (Qanun No. 3 tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pendidikan Dayah di Aceh Utara) menjadi riset yang lebih komprehensif dengan melihat aspek sosio-kultural dayah di Aceh Utara secara komprehensif. Instrumen yang digunakan di dalam riset ini disamping desk review juga melakukan observasi di lapangan dan wawancara dengan tokoh-tokoh kunci terkait dengan instrumen metodis riset yaitu Cost and Benefit Analysis (CBA) - instrumen yang umum digunakan di dalam perusahaan untuk menilai kinerja - dan Socially Responsible Law Making (SRLM) - mengukur kadar tanggung jawab sosial ketika sebuah undang-undang disahkan.

Di dalam Kompas saya menyampaikan ikhtisar bahwa kasus-kasus di dunia dayah Aceh Utara saja cukup banyak. Untuk kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pimpinan dayah saja sejak 2015 terdapat paling sedikit tiga kasus. Masalah terjadi di pencatatan kronologi yang tidak ditemukan pada tahun dibawah 2015. Sayang sekali, padahal di Aceh Utara sendiri disamping P2TP2A, juga ada beberapa LSM perempuan yang tidak melakukan pencatatan kasus dengan baik. Hal ini disayangkan karena kasus-kasus itu bisa jadi "dongeng" karena sulit diadvokasi untuk masalah hukum.

Ada satu kasus yang ingin saya sampaikan di sini dan tidak mungkin digambarkan di Kompas. Itu adalah yang dialami oleh seorang santriwati - sebut saja namanya Jeumpa - asal Cot Girek, Aceh Utara. Niatnya masuk dayah menambah pengetahuan agama sembari menunggu waktu ketika harus menikah malah berakhir tragis. Ia memang cantik dan terlihat mekar dengan tubuhnya yang mulai terlihat dewasa. Hal ini ternyata memengaruhi banyak orang termasuk guru dayah menjadi tergoda. Pada 28 Mei 2016, MA, seorang guru rangkang mengirim sepucuk surat kepadanya karena sebentar lagi libur puasa dan para santri akan pulang ke rumah masing-masing. Ternyata surat cinta bin gombal bin setan itu adalah upaya sang teungku untuk menodainya. Pada malam hari sang guru menarik tangan Jeumpa untuk masuk ke sebuah bilik kosong. Dalam bilik itu si guru melepaskan kekangenannya dengan mencium dan memeluk Jeumpa. Tentu Jeumpa menolak, tapi juga ia tak berani berteriak karena pasti dipersalahkan.

Di tengah kegaduhan itu, aksi mereka dipergoki oleh pimpinan dayah, Tgk. RDW. Pimpinan dayah menampar guru yang mau menodai Jeumpa. MA disuruh keluar oleh Tgk. RDW, tapi Jeumpa tetap disekap di dalam ruangan kosong dan gelap itu. Sang pimpinan menghardik Jeumpa dan menganggap dia sudah menodai dayah. Anehnya pimpinan malah mengangkat jubah Jeumpa dan melucuti legging sang santri dan kemudian menindihnya. Di tengah pemaksaan seksual itu sang pimpinan menghentikannya dan meminta Jeumpa keluar. Ia menyelesaikan penodaan yang gagal dilakukan oleh sang ustadz yang jatuh hati pada Jeumpa.

Esok harinya sang pimpinan mulai membuat cerita bahwa Jeumpa sudah mencemarkan dayah dan harus dipulangkan. Jeumpa tak terima difitnah, mulai menceritakan yang sebenarnya kepada orang tuanya. Kasus ini mendapatkan pemberitaan sehingga akhirnya pihak kepolisian "terpaksa" menyelidiki kasus ini. Namun kemudian terjadi upaya damai antara pimpinan pesantren dan pihak orang tua Jeumpa dengan memberikan maaf Rp. 8 juta. Tentu Jeumpa menolak perdamaian yang menghinakan itu. Namun apa daya Jeumpa seorang perempuan gampong yang dikepung oleh propaganda moral oleh pimpinan dayah dan masyarakat yang lebih suka menyalahkan korban perempuan dibandingkan menghukum pelaku amoral laki-laki.

Inilah inconvenient truth dari tulisan saya itu. Ada banyak kasus itu terjadi, bukan saja di Aceh Utara tapi juga di tempat lain seperti di Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireun, dll. Tapi siapa yang mau membuka? Siapa yang mau membela korban?

Saya menjadi penganjur bahwa inconvenient seperti itu harus dikabarkan. Steemians harus menjadi penganjur perubahan dengan mengangkat hal-hal yang tidak meyakinkan dan menyenangkan di dalam tulisan. Tulisan adalah cara kita membuka kebenaran yang jarang dilihat dan dibicarakan publik. Salah satunya adalah membela nasib perempuan yang masih dalam kubangan subalternitas, level terendah sosial yang mudah dinistakan dan "diharamkan", karena tak ada yang mau ambil peduli.

Steemians di sini banyak yang terdidik dan juga perempuan berpendidikan tinggi. Semoga juga peduli dengan nasib kaumnya dan mengangkat kisah mereka setinggi-tingginya, sehormat-hormatnya.

30 Januari 2018

Inter Milan in Motion.gif

Sort:  

Peristiwa yang menimpa Jeumpa akan segera dibukukan dalam kumpulan pengalaman pendamping kekerasan. Ada dua paralegal yang menulis kasus tersebut.

Catatan P2TP2A tdk cukup komprehensif....semoga bisa diperkaya dengan wawancara korban

Petaka bagi perempuan. Selayaknya kita suarakan bersama lewat tulisan

Dan Potret sudah melakukan itu secara konsisten selama ini.

Saya bisa merasa kesulitan Jeumpa, tulisan bang kemal membawa saya ke situasi jeumpa.

ini kali ketiga saya dengar perihal tidak baik seperti ini, dua sebelumnya saya belum percaya. ini terlalu mustahil ada perihal seperti ini. apalagi dilakukan oleh guru.

Tahun 2011, pernah saya dengar di Tamiang (saya domisili disana waktu itu)

tahun 2017, saya juga dengar kejadian seprti di lhokseukon.

Semoga kedepannya, iman muslim bisa lebih baik agar terhindar dari hal seperti itu.
Aamiin

@steemitilmu harus menuliskan kisah itu sehingga menjadi nyata

Di steemit kita juga komit memberi informasi yang tidak menyudutkan pihak manapun, terlebih kepada perempuan. Semoga kita (laki-laki) dapat selalu menjadi pelindung bagi perempuan.

Amiinnn. Tunjukkan kata dalam Quran bima faddallahu ba'dhan 'ala ba'dhin.....keutamaann yang sudah diberikan kepada laki-laki, salah satunya melindungi dan membahagiakan perempuan

Jangankan lelaki, perempuan pun banyak yang masih belum memihak perempuan.

Betul... Ini salah satu dilema juga, perempuan tak membela kaumnya. Bahkan tak acuh dengan tulisan yang berperspektif jender.

Dunia memang masih milik lelaki, Bang... Buktinya, untuk menegaskan kebutuhannya atas kecantikan, lelaki mempopulerkan rumah kecantikan. Jadi, sebelum ada rumah ketampanan, belumlah berkuasa perempuan. Belumlah perempuan memiliki pembagian hak atas dunia.

Pemanfaatan sarana pendidikan Agama Islam untuk menyalurkan syahwat, sungguh celaka, tapi lebih celaka lagi kalau perempuan selalu yang dipersalahkan sebagai sumber godaan, padahal lelakilah yang menggunakan kekuatan dan daya paksa.

Salam Sejuk...

Ya... Itu bukti bahwa laki-laki lemah dan rapuh...

Perempuan selalu disalahkan, baik itu oleh lelaki maupun oleh sesama kaumnya sendiri. Perempuan selalu di anggap penggoda yang menyebabkan terjadinya pelecehan disetiap kejadian.
Padahal sejatinya lelakinyapun mudah tergoda. Dan yang pasti lirik lagu era zaman old, masih menjadi trademark hingga kini.
Liriknya kira kira seperti ini, bentar saya ambil nada dulu hehe..
Wanita dijajah pria sejak dulu,
dijadikanperhiasan sangkar madu
namun ada kala pria tak berdaya
tekuk lutut di sudut kerling wanita

Widihhh.... Nyanyi neng? Btw, banyak hal dalam dunia kehidupan ini masih belum adil bagi perempuan

Tabik untuk tulisan ini!

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 58696.98
ETH 2291.47
USDT 1.00
SBD 2.44