Pedagang Cilik yang Handal

Usianya sekitar sebelas tahun, setiap hari menghiasi pertokoan dan warung kopi di seputaran kota Bireuen.
Dialah sang pedagang cilik, dengan usia tersebut ia harus melalui kerasnya kehidupan. Namun kegigihan dia patut di contoh, usia belia tidak menyurutkan semangat untuk mendapatkan rezeki halal, mungkin untuk mendapatkan uang sekolah. Ia anak ini masih bersekolah di sekolah dasar, kalau tidak salah saya kelas lima SD.

Ketika selepas siang dan sehabis jam pulang sekolah, ia datang dan menghampiri dengan barang dagangan, telor puyuh, kacang, kuaci, sirih manis. Ia menawarkan kepada para pencinta kopi dan orang-orang yang sedang bersantai di warung kopi.

Wajahnya, sudah sangat familiar dengan kaum pencinta kopi. Sore dan malam hari ia menjajakan dagangan, sang pendatang cilik yang handal, melontarkan kata-kata tawaran untuk membeli, ia tak sungkan menghampiri setiap orang.

Saya bergumam dalam hati, anak ini pada masa depan akan berhasil dalam dunia perdagangan, semoga ia mendapatkan modal. "Boh puyoeh, kacang tajin, kuaci ranup, saboh dua ribe, lhe boh limong ribe," ucap pedangan cilik dalam bahasa Aceh.

Ketika ditanyakan masih bersekolah, spontan dia menjawab "mantong bak SD" (masih di SD). Para pembeli selalu memberikan saran agar dia tetap bersekolah, jangan meninggalkan bangku sekolah.

Kalau berjualan keliling yang dia lakukan seakan menampar para pemalas yang duduk sumringah di meja warung kopi dengan segala celoteh, cerita dan guyonan. Menampar para peminta-minta yang menghiasi kota, tortoar, persimpangan dan hilir keluar masuk ke pertokoan dan warung kopi meminta sedekah. Ia seakan mengatakan, saya yang masih kecil saja berusaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara berjualan kecil-kecilan.

Nak, semoga tekad baja mu kelak membuahkan hasil di masa depan.