Sepenggal Kisah dengan Si Unggun
Selamat malam Steemian, semoga semua kita dalam kondisi terbaik saat ini walau ekonomi di dunia Steemit masih kurang berpihak. Tapi jangan takut, tetap semangat dan teruslah berkarya agar semua sampai pada sesuatu titik yang kita harapkan. Yakni duduk manis dan menikmati hasil dari semua jerih payah yang selama ini telah Steemian lakukan.
Malam ini saya hendak katakan bahwa sudah lama saya tidak duduk di ruang terbuka ditemani api unggun. Ini sungguh celaka, mengingat masa lalu saya jarang tidak berteman unggun. Saya pun jadi faham, terkadang untuk memancing masa lalu, kita harus dihadapkan pada sesuatu yang sering kita lakukan dulu. Maka, malam kemarin saya serasa berada di delapan belas tahun lalu.
Sering dulu, lepas magrib, kadang lepas isya, kurang dari sepuluh kawan-kawan kampus sudah berkumpul di bawah pohon jambu di depan sekretariat Keluarga Jaya Fakultas Hukum Unsyiah. Jika sudah begini, seorang diantara kami, boleh jadi Thomas, saya, atau @sangdiyus langsung bergerak ke ruang belajar yang sudah senyap. Tujuannya mencari bangku kuliah yang sudah tidak layak pakai untuk kami jadikan api unggun.
Menariknya, dulu bangku kuliah berbahan kayu, jadi untuk setumpuk api unggun kami tidak repot-repot mencari bahan bakarnya. Cukup satu atau dua bangku semalam, dan api unggun akan menyala hingga lewat tengah malam.
Sebagai gerombolan mahasiswa 'penjaga' kampus, dalam setiap aksi menghabiskan bangku yang rusak-agar bangku segera diganti-juga ada satu syarat yang tidak pernah tertulis, bahwa setiap bangku yang sudah diangkut harus dibakar malam itu juga. Jangan sampai kayu bangku tersisa. Karena jika sampai dekanan tahu, pasti dekanan akan berang.
Tentang jumlah bangku yang sudah diunggun-kan, persisnya saya tidak tahu. Boleh jadi diyus tahu, dan Steemian boleh langsung bertanya pada sumber utama. Jika pun aku dipaksa menghitung, aku akan berkata bahwa lebih seratusan bangku yang sudah kami bakar untuk menghangatkan malam. Kiranya itu sebanding dengan uang yang sudah kami sumbang dalam bentuk SPP.
Bicara apakah yang kami lakukan itu baik?, tentunya tidak. Tapi jujur saja, dalam kacamata dekanan, terkadang apa yang kami lakukan adalah hal yang baik. Malah dekanan harus berterimakasih pada Keluarga Jaya yang secara nyata telah berkontribusi pada alasan penambahan dana pengadaan sarana belajar mengajar. Dan perlu dicatat, dari ribuan mahasiswa, hanya beberapa saja yang ikhlas berbuat demikian.
Maka bersedihlah mahasiswa masa kini, karena tidak pernah merasakan lagi akan hangatnya unggun dari kayu bangku kuliah. Dan bersedihlah pula mereka yang tidak pernah menikmati asyiknya duduk melingkari unggun di bawah hamparan bintang ,sembari berdiskusi tentang apa saja, termasuk jatuh cinta. Semua pada waktu itu.