Hati-hati dengan Ilusi "Berita Positif" Covid-19
Dalam beberapa hari terkahir beredar narasi di grup aplikasi pesan dan media sosial yang isinya kira-kira begini: Mari sebarkan berita positif, bukan kasus positif. Berita positif akan ditangkap oleh otak sebagai hal positif dan akan menjadi semangat positif, sehingga bisa memperkuat imun... dan seterusnya
Ilustrasi: pixabay.com
Sekilas, narasi itu benar. Benar bahwa hal positif akan akan menjadi energi positif dan melahirkan semangat positif. Tapi ini harus lihat konteksnya, tidak bisa disamaratakan. Contoh, kalau seseorang berpikir negatif, maka orang itu akan hidup dalam tekanan. Maka itu, seseorang harus bersikap dan berpikir positif.
Bagaimana penerapan "bersikap dan berpikir positif"? Jika kita melihat banyak orang sakit, maka kita mensugesti diri sendiri akan selalu sehat sembari menjaga kesehatan. Jadi orang sakit itu menjadi semacam peringatan agar kita lebih ketat lagi menjaga kesehatan. Jika tidak ada orang sakit, bisa jadi tidak akan lalai.
Begitu pula dalam kasus Covid-19. Jika yang muncul hanya informasi orang-orang sehat, maka boleh jadi banyak mengira wabah ini sudah redup. Mereka larut dalam ilusi yang sesungguhnya semu. Padahal, wabah ini masih begitu parah mengancam. Nah, ancaman ini harus disampaikan agar orang punya kesiapan menghadapinya.
Alun-alun Batang, Jawa Tengah, sepi selama PPKM Darurat Jawa-Bali. Foto: MI
Sebetulnya kita sedang menghadapi perang. Jika kita menyebar informasi bahwa perang itu baik-baik saja, tidak ada korban, maka orang-orang pun menjadi tidak awas. Bahkan, tidak perduli lagi pada perang itu dan menganggapnya tidak ada. Padahal perang masih banyak memakan korban. Dan orang-orang tidak siap ketika musuh itu datang, karena mengganggapnya tak ada.
Jadi informasi atau berita tentang korban penting diketahui sebagai peringatan bahwa perang itu masih ada dan nyata. Sehingga orang-orang punya kesiapan menghadapinya. Sementara informasi tentang kemenangan pun perlu untuk penyemangat bagi yang berperang bahwa potensi menang itu besar. Jadi kedua informasi itu (korban dan kemenangan) perlu diketahui.
Jangan lengah. Protokol kesehatan jangan sampai kendor. Bahaya masih mengancam. Ilustrasi: pixabay.com
Dalam konteks Covid, jika hanya memberitakan kesembuhan tanpa memberitakan kasus, bisa berakibat angka #COVID19 justu bakal meledak lebih parah. Sebab, orang sudah lalai dengan berita gembira, tapi lupa bahwa musuh masih ada. Celakanya, mereka tidak punya persiapan menghadapinya.
Hati-hati, jangan menyebarkan ilusi. Sebab ilusi bisa melenakan. Itu membahayakan.
MI 210721
MUSTAFA ISMAIL
IG/Twitter @ moesismail