Taklid Buta
Tanggal 16 Oktober, empat hari yang lalu, serangan bom udara koalisi Arab Saudi meluluhlantakkan sebuah bus sekolah yang sedang melintasi jalan kota Hudaydah yang tenang. Serangan itu ikut membunuh 17 orang di dalamnya. Itu adalah serangan kedua yang mematikan di kota itu, dua-duanya menyasar bus sekolah. Serangan pertama, membunuh 50 orang, 40 diantaranya adalah siswa sekolah.
Kota Hudaydah merupakan kota pelabuhan, menjadi kota terpenting Yaman selama perang berlangsung. Sebab lewat pelabuhan di kota inilah bantuan internasional mengaliri seisi negeri yang sedang kelaparan, karena perang. Namun itu sudah lama sejak koalisi Arab Saudi yang dibackup mesin militer Amerika membombardir Hudaydah. Kini akibat serangan demi serangan, yang besar-besaran ke kota Hudaydah itu, seluruh Yaman, terancam kelaparan. Bencana lainnya, wabah kolera telah menginfeksi 1 juta orang Yaman sejak perang berlangsung, paling banyak di Hudaydah, terutama sejak serangan bom menghujam fasilitas sanitasi dan stasiun air.
Bencana kolosal di Yaman itu terjadi, dan masih berlangsung, saat semua orang, terutama media-media Barat hanyut dalam simpatinya kepada Jamal Kashoggi yang tumpas jejaknya saat mengurus keperluan pernikahan di konsulat Arab Saudi di Turki. Jamal seorang pelarian Arab Saudi, yang menetap di Amerika dan kini menjadi kolumnis The Washington Post. Di Arab, Jamal dulu pimred al-Watan. Ia kerap menggugat fatwa ulama salafi, juga karena terlalu sering menuntut hak-hak wanita yang dalam kacamata Baratnya menjadi pihak yang paling terdiskriminasi, akhirnya ia terpaksa lari meninggalkan negaranya, sebab tertekan lahir dan batin.
Media-media kemudian menuduh Jamal telah dibunuh. Bukti kuat, memang mengarah ke sana. Seperti biasa, karena yang meninggal adalah seorang pembela nilai-nilai adiluhung yang menjadi standar Barat. Maka jadilah isu global. Apalagi Erdogan telah turun tangan, Trump sudah berbicara.
Yang konyol kemudian adalah munculnya politisi-politisi lokal macam Kautsar yang betapa ia telah merasa begitu terenyuh akibat pembunuhan seorang Jamal. Namun tutup mata pada pembunuhan lainnya yang juga dilakukan oleh tangan yang sama dalam jumlah massal, di Yaman. Kautsar ikut tergulung dalam gelombang propaganda Barat, khususnya media-medianya, yang tak pernah adil jika mengangkat isu timur tengah.
Kita semua tahu, lewat status-status facebooknya -meski masa mudanya pernah ditempa oleh organisasi intelek, bermazhab Kiri- Kautsar merupakan seorang pengagum Barat, namun tampaknya taklid buta.
Ia pernah mencitrakan orang-orang Aceh agar berprilaku dan berpikir seperti warga dunia, menyindir kebanyakan orang Aceh yang alam berpikirnya masih Lokal. Ia pernah begitu resah karena itu.
Bagaimanapun kegagapan Kautsar membaca politik Timur Tengah yang sedang menjadi isu global ini, mengkhawatirkan. Sebab ia tetaplah salah satu politisi muda Aceh yang menjanjikan. Namun sayang keintelektualannya semakin tumpul. Mungkin karena sudah menjadi oligarch.
.
ada yang berbeda saat engkau sedang menuju ke level nasional, salah satunya adalah dengan lebih banyak menunjukkan sisi kemampuan dan pengetahuan untuk level yang lebih luas dan tentu saja dia perlu melakukan beberapa hal-hal diluar kebiasaan orang biasa agar lebih menonjol.. yang demikian itu disebut political promotion. sekali engkau terjun dalam dunia politik, akan banyak sekali hal yang perlu dipertimbangkan, berbeda dengan saat engkau menjadi aktifis independen yang tidak berbayar. saat jadi politisi, engkau menjadi tokoh dan pernyataan2 yang kau sampaikan tentu saja berdasarkan argumen-argumen politis dengan tujuan2 tertentu.. percayalah.. tidak mudah menjadi seorang tokoh politik.