Peran Orang Tua Ketika Anak Main Game
Ya, dalam hal permainan, saya rasa kita semua tidak bisa melihat hal-hal buruk. Ada game yang bagus.
Media teknologi terus berkembang, kita tidak bisa menutup diri. Tapi harus jeli mana yang baik dan mana yang tidak. Tapi selama role play diterapkan, saya rasa bisa. Itu hanya kesepakatan, konsistensi.
Nah, begitulah peran suami, istri yang akan menerapkan, atau misalnya karena anak rewel, kadang kita hanya menyuruhnya diam. Kita juga lelah dia cerewet.
Orang tualah yang harus kembali mengingatkan diri sendiri bahwa memiliki anak adalah perjuangan. Itu kembali ke orang tuanya, dan itu tidak mudah.
Jadi yang terpenting bagi orang tua adalah ia harus menjadi pribadi yang mempesona. Makanya gak bisa order, tapi invite. Jika Anda bertanya, "Ayo belajar," itulah belajar. "Ayo shalat, ikut shalat."
Jangan suruh anak ke Mesjid, tapi orang tuanya di rumah nonton TV atau main game. Itu berarti dia memerintah. Kalau mengajak, ya konsistenlah. Artinya bareng. "Ayo belajar, ayo ibadah."
Oke, buat kesepakatan agar anda tidak memerintah juga, paralel. Ya, tergantung usia, karena anak belum bisa menentukan pilihan. Jadi memang terkadang parental control harus lebih kuat. Tetapi ketika mereka berusia 7-8 tahun, kita memberi mereka pilihan, tetapi tidak memiliki banyak pilihan, anak-anak belum mampu. Pilihannya bisa A atau B.
Jika mereka duduk di bangku SMP, mungkin jumlahnya lebih banyak dan bervariasi sesuai dengan kapasitasnya. Kadang kita bilang orang tua harus demokratis, tapi lihat kapasitasnya. Karena mereka tidak tau apa yang akan terjadi dengan pilihan mereka.
Nanti begitu dia mulai pola pikirnya sudah mulai membaik, perkembangan kognitifnya berkembang, kita bisa merangsangnya dengan pilihan. Pilihan A adalah hasilnya, pilihan B adalah hasilnya.
Jadi memang yang ingin kita lihat bukanlah pilihannya, tapi dia mengerti konsekuensi dari semua perilaku dan pilihan itu.
Demikianlah. Semoga bermanfa'at.
Salam kompak selalu.
By @midiagam