Rain Drunk Poet

Hujan turun. Para pecinta hujan bersyair menjelang siang tentang nestapa asmara dan makna hidup yang dibekukan. Mendefinisikan rintik sampai migrain, memaknai kabut sebagai selimut terpanjang. Berkumis atau tidak, seorang penyair tetap gemulai memainkan sarana berbahasa secara khas dengan simbol-simbol perasaan.

Hujan menjadi terapi bagi sebagian orang dengan cara membangkitkan kenangan saat berdiri di tingkap memandang lanskap sawah atau jalan becek. Semua punya naluri untuk sedemikian rupa membuat hujan selintas terlihat amat artistik.

Hujan terus turun walau tanpa dipuisikan semaksimal mungkin. Dalam kamar yang disunyi-sunyikan, seorang penyair mencoba mangkir dari sajak konvensional. Berbalut selimut megah-megah, ia tafsirkan rintik dengan kata-kata aneh dan sukar dipahami. Begitulah, MigRain kumat bertahun-tahun sesudahnya. Kita tetap disuguh puisi membius walau dalam keadaan tidak menjomblo.