Life in Freedom, Buku Tentang Teologi Pembebasan Asia

in #realityhubs5 years ago

Gerakan perlawanan di beberapa negara di Asia juga dipengaruhi oleh teologi. Michael Amaladoss menulisnya dalam buku “Life in Freedom: Liberation Theologies from Asia” diterbitkan pada tahun 1997. Isinya memuat berbagai gerakan teologi pembebasan di Asia, mulai dari Teologi Minjung di Korea, Teologi Perjuangan di Filipina, hingga Teologi Dalit di India.

Edisi berbahasa Indonesia buku ini diterjemahkan oleh A Widyamartaya dan Cindelaras, diterbitkan pertama kali pada Januari 2001 oleh Penerbit Pustaka Pelajar bekerja sama dengan Insist Press dan Cindelaras, Yogyakarta.

Membaca buku dengan ketebalan xvi + 333 halaman ini, kita diajak untuk masuk dalam perjuangan kaum tertindas di beberapa negara di Asia. Menariknya, dalam Teologi Dalit di India juga melibatkan gerakan seniman dan kaum perempuan, yang melakukan penentangan dengan cara yang unik dalam upaya menentang dominasi kaum pria.

Teologi Pembebasan Asia.jpg
Buku Teologi Pembebasan Asia karya Michael Amaladoss sumber

Dalam bukunya itu Michael Amaladoss memberi contoh, bagaimana kaum perempuan seniman di India melakukan penentangan dalam memperjuangkan emansipasi perempuan di negara tersebut. Salah satu penyair tersebut adalah Gibrielle Dietrich. Dalam karya-karyanya ia mencela modenisasi dan dominasi kaum pria. Salah satu bait puisi penentanganya itu adalah seperti ini: //“Kamulah (kaum pria)/ yang telah menciptakan/ mesin-mesin bagi penyebar maut/ tiga kilo ton bahan peledak/ untuk setiap orang di bumi.//

Buku ini juga memuat sejarah gerakan Chipko di India Utara, sebuah gerakan perempuan yang anti terhadap perambahan hutan. Mereka menggagalkan upaya penebangan pohon-pohon di bukit dan kaki gunung Himayala dengan cara memeluk pohon-pohon tersebut.

Masih tentang teologi pembebasan di India, Michael Amaladoss juga menjelaskan dalam bukunya itu tentang perlawanan penyairi perempuan lainnya yang bernama Mahadeviakka. Ia menuntut kebebasan kaum perempuan dari pengkondisian sosial dan budaya India pada masa itu yang dinilai diskriminatif dan tidak berpihak kepada kaum perempuan.

Mahadeviakka menuntuk peran kaum perempuan diperbesar di tengah dominasi kaum pria. Dalam menentang hal tersebut, Mahadeviakka melakukannya dengan cara-cara yang tidak biasa; ia mengembara ke seluruh negeri tanpa pakaian. Satu-satunya penutup tubuhnya hanyalah rambutnya yang panjang terurai. Mengapa ia tidak malu melakukan hal itu?

Ia menjawabnya dalam sebuah puisi yang dikutip Michael Amaladoss dalam buku tersebut, seperti kutipan ini: *//Orang-orang lelaki dan perempuan merah mukanya/ ketika kain penutup malu mereka terlepas/ bila Tuhan kehidupan hidup/ dan tenggelam muka dalam dunia/ bagaimana engkau bisa ugahari?/ bila seluruh dunia mata tuhan/ melihat ke mana-mana/ apa yang bisa kau tutupi dan sembunyikan?//

Hal yang sama juga dilakukan oleh penyair India lainnya, Gibrielle Dietrich, dalam puisinya ia menulis: //Aku perempuan dan darahku berseru/ siapa kamu menolak hidup/ untuk pemberi hidup?/ kamu masing-masing telah keluar dari rahim/ tapi tak ada di antara kamu/ yang mampu menahan perempuan/ ketika ia kuat/ gembira dan cakap/ aku perempuan/ dan datang bulanku menyadarkanku/ bahwa darah yang dimaksud untuk kehidupan.//

Membaca buku ini kita juga disuguhkan bagaimana Teologi Minjung di Korea, bagaimana perjuangan seorang Ando yang memperjuangkan hak-hak masyarakat miskin dari penguasa yang tiran. Ando kemudian menjadi legenda dalam Kisah Suara yang diceritakan secara turun temurun oleh masyarakat Korea. Ando merupakan lelaki miskin, tapi ia tidak menerima kemiskinan sebagai sebuah takdir, ia berjuang untuk mendapat hidup yang layak, untuk itu ia harus menentang penguasa.

Ando berdiri di sebuah lapangan dan dengan lantang menyuarakan protesnya, mencela dan mencaci penguasa yang korup dan diktaror. Ia ingin rakyat Korena mendapatkan kehidupan yang layak, tidak terus menerus dalam kemiskinan. Ia protes untuk mengetuk pintu kekuasaan. Ia berteriak "Sialan penguasa negeri ini dan terkutuklah mereka."

Namun sial baginya ia ditangkap dan dipenjara. Dalam penjara ia terus menyampaikan suara-suara kritisnya kepada siapa saja yang menjenguknya. Suara yang disebutnya sebagai suara untuk membuat penguasa bergetar dan orang-orang kaya gemetar.

Membaca buku Teologi Pembebasan Asia terjemahan dari buku asli berbahasa inggir dengan judul Life in Freedom: Liberation Theologies from Asia ini, Michael Amaladoss sebagai penulis buku tersebut mengajak kita untuk menelusuri berbagai sejarah gerakan perlawanan terhadap kekuasaan yang korup dan diktator di Asia. Buku bergenre agama, teologi dan sejarah ini layak dibaca oleh semua kalangan.


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers
Sort:  

Hello, @isnorman! You just received a vote from realityhubs curation account. Thanks for publishing your awesome review with the RealityHubs tag. Use the RealityHubs interface www.realityhubs.com to publish your reviews and receive greater rewards.

You can also delegate to our curation account (@reality.curate) to get a daily RHB reward. For more information, click here.

Do you want to get 400,000 RHB delegated to you to reward fellow awesome reviewers on the platform? Click here to learn how to apply for a delegation.

We love to see great reviews like yours and we look forward to seeing more awesome reviews from you.

Cheers!


Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers

Coin Marketplace

STEEM 0.31
TRX 0.11
JST 0.035
BTC 66739.07
ETH 3228.97
USDT 1.00
SBD 4.23