Etika Berjanji

in #life6 years ago

ik.jpg
Meja yang penuh. Sendiri di warung kopi adalah kenikmatan dalam tanda kutip

"Besok aja, Kak."

Sebuah pesan masuk ke aplikasi Whattsapp-ku pada pukul 16:18 WIB, Sabtu, 17 Februari 2018.

Pesan yang sudah kutunggu-tunggu sejak dua jam sebelumnya, sebagai konfirmasi apakah kami jadi ketemu untuk minum kopi di hari itu. Sesuai janji yang sudah kami sepakati seminggu lalu, telah disahihkan lagi pada malam sebelumnya, dan sudah dipastikan lagi menjelang siang hari itu dengan kepastian jawaban dari si pengirim pesan tersebut; saya siap, Kak. Insya Allah.

Begitulah kebiasaanku, kerap memastikan lebih dari satu kali jika membuat/dibuat janji dengan orang. Walaupun hari dan waktunya sudah disepakati, satu jam sebelum temu janji berlangsung, aku juga kerap melakukan konfirmasi ulang. Barangkali ada perubahan mendadak atau hal lain di luar rencana.

Makanya, ketika menerima pesan itu aku langsung menghela napas. "Karena si xxx lagi ada keluarga di Banda, Kak," sambungnya.

Dia membatalkan janji ini secara sepihak.

Pukul 14:35 WIB, aku mengirimkan pesan pada seseorang itu. Bukan lagi mengonfirmasi perihal bisa atau tidak dia hadir, melainkan untuk menentukan tempat. Aku memberi opsi sebuah kedai kopi di kawasan Simpang Lima. Saat pesan itu tidak berbalas, bahkan tidak dibaca sama sekali, aku mulai curiga. Karenanya, ketika membaca pesan itu tak ada sedikit pun rasa kecewa. Aku sudah mengantisipasi dengan membuat satu janji lagi di hari yang sama, namun dengan selisih waktu yang berbeda.

Aku memberi opsi kedai kopi yang sama untuk janji temu yang kedua. Semata-mata agar aku tidak perlu bergerak jauh untuk menemuinya. Syukurnya seseorang itu, @rahmayn bersedia bertemu di kedai kopi yang kupilih. Sembari menunggu kedatangannya, aku menghabiskan waktu dengan menggambar. Waktuku tetap produktif.

Hanya saja yang aku tidak mengerti, seseorang yang pertama itu membatalkan janji temu hanya karena teman yang diajaknya tidak bisa turut serta. Padahal sejak awal membuat janji untuk minum kopi, tak ada orang lain yang kami libatkan untuk pertemuan itu. Dia sendiri yang berinisiatif mengajak temannya. Aku merasa aneh dengan itu, apakah keputusan yang kita buat, atau sesuatu yang kita kerjakan, harus ditentukan oleh orang lain?

"Kalau besok aku tidak bisa," jawabku pendek.

"Aduuuhhhh mak."

Sebenarnya, di hari Minggu ada sedikit kelonggaran waktu jika aku mau luangkan untuk bertemu dengannya. Tapi aku sudah putuskan untuk tidak. Dan seseorang itu tampaknya juga tidak merasa bersalah sama sekali sudah bersikap semena-mena seperti itu. Tidak ada kata maaf. Tidak ada emoticon yang menunjukkan bahwa ia menyesal. Lalu, mengapa aku harus bersikap untuk 'tidak enakan'?

Perihal kondisi di atas, memang bukan sekali ini saja aku mengalaminya. Dan pasti banyak orang yang mengalami hal serupa itu. Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap orang pasti akan mengalaminya.

my doodl.jpg
Gambar yang dibuat di warung kopi, diselesaikan di rumah

Kejadian kecil ini menjadi catatan sekaligus pelajaran penting buatku pribadi. Setidaknya lebih hati-hati jika membuat janji dengan orang lain. Jangan sampai karena keteledoran kita, justru menzalimi orang lain.

Bagi sebagian orang, berjanji mungkin hal sepele. Tidak masuk dalam daftar penting mereka. Tapi bagi seorang melankolik seperti aku, janji adalah hal yang begitu penting. Aku jarang berjanji, apalagi menjanjikan hal-hal yang belum tentu sanggup aku penuhi. Bahkan kepada orang-orang terdekatku. Pada adik misalnya, aku jarang menjanjikan dia ini dan itu, jika berdasarkan perkiraan tidak bisa kupenuhi dalam jangka waktu sesuai permintaanya. Sebaliknya, ketika ada orang yang berjanji denganku, aku akan selalu mengingatkan, kapan janji itu dipenuhi dan diwujudkan.

Jika yang berjanji itu orang-orang yang tidak begitu dekat denganku, aku jarang ambil pusing. Konsepnya sederhana saja, jika ia tidak penuhi janji maka aku tidak akan lagi berurusan dengannya. Tapi kalau orang itu amat sangat dekat, nah, itu baru jadi urusan. Aku bisa mencecarnya berulang-ulang mengapa ia tidak penuhi janji. Seorang melankolik adalah pengingat yang baik, bahkan hal yang paling detail sekalipun. Termasuk soal janji.

Saat kita mengajak orang lain bertemu dan orang itu bersedia, satu hal yang harus kita tekankan pada diri kita, bahwa tentulah kita itu 'istimewa' sehingga orang lain bersedia meluangkan waktunya untuk kita. Bukankah sah-sah saja mereka menolak dengan beragam alasan? Sangat tidak etis jika kita malah tidak muncul tanpa kabar sama sekali. Kita bukan hanya mencuri waktu orang tersebut, tapi juga menghilangkan respect orang lain terhadap diri kita.[]

Sort:  

makasih ya hehehe

Kadang tidak mau berjanji. Kalau telah berjanji sering diingkari hehe
Janji janji tinggal janji
Bulan madu hanya mimpi....
By Diana Nasution hehe

Postingan ini kayaknya menghadirkan nostalgia tersendiri hahahahha

Maka berjanjilah...hehe

Aku berjanji akan selalu setia padamu eaaakk 😂

cepatlah kau pulang....

Oh janjiku takkan kulepas selamanya.......

janjiku....kepadamu.... takkan lekang dimakan waktu.....

Hahaha, saya sering juga bang @ihansunrise bernasib sama.
Yaa yg bikin gak enak klo sudah janjian, eh malah dibatalin ..
Itu muncul rasa fustrasi ketika sakitnya di php sma oranglain
Hahaha 😂

hahahahhaa....inginnya dicabik-cabik tu orang kan?

karena itu berpikirlah sebelum berjanji atau terima janji, daripada bikin susah nantinya... hahahaha

Setuju @ihansunrise. Sebisa mungkin kita menghormati omongan kita sendiri dan orang yang kita beri janji. Agar kita bisa selalu menjaga kepercayaan orang lain terhadap kita. Berilah informasi atau kabar jika memanga tidak bisa menepati janjinya. Sehingga waktu orang yang menunggu tidak menjadi sia-sia. Salam sukses Ihan. 1

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 62937.86
ETH 3092.40
USDT 1.00
SBD 3.87