Aku Rindu Kamu, Pagi

---

ilustrasi

---

Dear Pagi,

Ingin segera aku terbang ke kotamu. Lalu melepas rindu yang bertumpuk-tumpuk di dalam jiwa ini sepuasnya. Rindu yang sudah berjelaga. Butuh waktu lama untuk bisa mengikisnya.

"Tapi urung, karena aku keburu sadar di sini tidak ada bandara," kataku padamu saat kita punya kesempatan mengobrol.

"Pakai sayapmu. Terbanglah bersamaku," katamu berkias.

"Aku memang ingin hinggap di sana..."

Kubayangkan, andai aku punya sepasang sayap layaknya elang, pasti aku sudah terbang dan hinggap di bahumu. Bahu itu, sekarang aku tahu ia lebih kokoh dan bidang dari apa yang bisa kulihat dengan pancaindraku. Apakah itu jelmaan karang? Aku tak hanya nyaman bersandar di sana, tetapi juga aman. Aku merasa tenang.

Hatimu yang luas telah mengikis semua rasa sungkan yang selama ini masih bercokol dalam diriku. Pagi, jika Tuhan mengirimkan kamu dalam kehidupanku, aku yakin bukanlah karena kebetulan. Bukan pula untuk sebuah kesia-siaan. Barangkali inilah jalan untuk kita terus berproses, dalam hal apa pun. Aku merasa lebih kuat karena dukunganmu.

---

---

Rindu ini sudah menggelembung demikian gembulnya. Membuatku kepayahan. Megap-megap rasanya. Tapi aku tak punya sayap, sehingga tak bisa langsung mengepak untuk terbang. Di sini juga tak ada pesawat yang bisa mengantarku dengan cepat sampai ke kotamu. Aku harus bersabar, aku harus bersabar, ini ujian perasaan.

Aku rindu kamu, Pagi. Melebihi apa yang aku lisankan padamu. Aku ingin kita bercengkerama lebih banyak dan lama. Saling bertukar cerita tentang apa saja. Tapi aku bisa apa? Aku cuma bisa bilang rindu...[]