Sebuah Ocehan 476 Hari

Note: Tulisan ini saya dedikasikan kepada nominator Steemit Awards 2021 yang telah menominasikan saya sebagai penulis terbaik, @anroja, @radjasalman, @abdhalim, @alhasan, @bunda-monteski, @fadlymatch, @ridwant, @asiahaiss, @wantimaulidar dan semua yang telah mendukung saya baik secara moril maupun materil.

_{Foto di atas bukanlah adik apalagi anak saya, seperti yang dipikirkan beberapa orang. Foto itu diambil saat saya baru selesai "bermain" di taman kanak-kanak dan ingin melanjutkan ke jenjang sekolah dasar. Diambil pada tahun 2010.}

---

Sekiranya 476 hari yang lalu, saya berinisiatif membuat akun @firyfaiz. Akun yang kemudian saya gunakan untuk mereguk banyak target, dari motif ekonomi sampai aktualisasi diri. Melampaui satu dua pulau dengan beberapa rengkuhan dayung, begitulah tujuan saya berada di sini, setidaknya hingga sekarang. Kenyamanan melanglang buana di sini, di platform ini membuat 476 hari tak terasa sepanjang itu.

_{Setelah mengonversi, saya mendapatkan 476 hari sama dengan 1,30411 tahun. Sumber: alat pengonversi Google.}

Silakan anda menilai sendiri, 1,30411 tahun itu termasuk waktu yang singkat atau justru sebaliknya. Bagi saya, cepat tidaknya waktu berlalu sangat bergantung pada siapa yang melewatinya. Satu jam terdiri dari 60 menit dan 3600 detik, itu absolut. Namun, satu jam berada di bawah terik matahari akan terasa jauh lebih lambat ketimbang satu jam keliling mall dengan segepok uang di tangan. Itu sangat relatif.

Dalam rentang waktu tersebut, saya belum melewati hambatan berarti dalam ber-steemit. Paling-paling hanya rasa penasaran yang berkecamuk ketika diterpa ketidaktahuan. Bagaimanapun, ketidaktahuan merupakan hal yang sangat wajar, meski saya senantiasa berupaya melawannya dengan cara yang saya punya. Hal yang paling menyiksa bukanlah ketidaktahuan itu sendiri, namun rasa penasaran yang sering kali memaksa untuk mencari jawabannya saat itu juga. Mana kuota internet habis pula, jadi gak bisa googling. Mati penasaran, deh.

Mungkin, rasa penasaran itulah yang membawa saya sampai ke titik ini. Titik yang kerap kali dianggap menyimpang dari jalur yang seharusnya, setidaknya begitu yang orang-orang katakan. U used to be normal, ujar mereka. Padahal, saya sudah mencoba untuk se-normal mungkin dengan menjadi diri saya sendiri. Kurt Cobain, pentolan band Nirvana, pernah bilang, “I'd rather be hated for who I am, than loved for who I am not.” Saya setuju betul dengan apa yang ia katakan, meski menentang keras tindakan bunuh diri yang dilakukannya.

_{Ilustrasi Kurt Cobain, si musisi legend yang visioner. Sumber.}

Tulisan yang anda baca sekarang bukanlah karya steemian senior yang sudah banyak makan asam garam. Jauh dari itu, tulisan ini—juga sekumpulan tulisan lain yang ada di blog saya—justru lahir dari keresahan-keresahan tiada ujung dari seseorang yang kerap kali dianggap anak bau kencur lantaran usianya yang masih sangat belia. Itu juga yang dikatakan orang-orang.

Beruntungnya, di ekosistem baru yang sudah saya tempati selama 476 hari atau 1,30411 tahun ini, saya bertemu, bercengkerama dan bersua dengan banyak sosok yang pemikirannya terbuka. Open minded. Dukungan moril dari mereka cukup membakar sumbu gairah hingga menghantarkan saya pada pencapaian terbesar selama mengudara di jagat steemit, menjadi runner-up pada kategori best author di Steemit Awards 2021. Pencapaian itu juga merupakan hadiah terbaik di akhir tahun 2021 yang sesaat lagi akan berakhir.

Untuk semuanya yang telah menominasikan saya sebagai penulis terbaik pada ajang Steemit Awards 2021 lalu, saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kepercayaan anda. Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, bahwa nominasi anda cukup membuat saya berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.[]