Cita-Cita Bukan Sekedar Angan; Butuh Perjuangan

---

“Gantunglah cita-citamu setinggi langit, jika engkau jatuh, engkau di antara bintang-bintang”

Begitulah pepatah bijak yang kerap saya dengar. Dulu, saat saya masih kecil ketika ditanya cita-cita oleh seseorang, saya menjawab ingin menjadi seorang guru. Padahal saat itu, saya belum tahu mendalam apa makna guru dalam kehidupan yang kerap disebut “pahlawan tanpa tanda jasa”. Namun, takdir berkata lain, angina kehidupan mendamparkan saya ke Taiwan, sebuah negara yang terkenal dengan sebutan Pulau Formosa.

Banyak orang yang menganggap cita-cita merupakan angan-angan, yang sering digantung setinggi-tingginya, sehingga butuh proses dan sangat sulit menggapainya. Bahkan, banyak orang yang menyerah, sebelum mereka berhasil menggapainya. Perjuangannya pupus di tengah jalan, karena didera cobaan yang bertubu-tubi, sehingga pasrah. Dan tak ingin berjuang lagi.

---

---

Bagi saya pribadi, cita-cita adalah sebuah proses untuk sebuah pencapaian. Di mana kita harus siap menikmati setiap frase yang di lalui. Perjalanan itu tidak akan lurus begitu saja. Karena aka nada kerikil menyandung, tataran tangga yang harus dilalui. Tak sedikit yang jatuh, terjerembab, dan menyerah. Segala proses yang dilalui tersebut, akan memberikan “Kisah Indah” untung dikenang dan kenikmatan tersendiri, saat ketika berada di sebuah pencapaian.

Cita-cita kadang menjadi absurd, jika kita tidak menciptakan titik akhir dari pencapaian tersebut. Sehinga kita harus menyiapkan cadangan, jika terjadi kegalan atas atas satu cita-cita yang kita inginkan, sehingga terdapat arah lain yang akan dituju. Karena hasil akan terasa manis, jika kita menikmati setiap proses yang kita lewati. Bukan mendapatkan dengan cara yang instan.

---

---

Sepertihalnya membuat bangunan, agar gedung yang dihasilkan kokoh dan kuat, maka dibutuhkan pondasi yang berkualitas. Mengutip pepatah asing “Even tall building, build from the ground”.

Foto hanya pemanis, view dari lantai 7 apartemen yang saya huni.