Menakar Perilaku Diri, Sebuah Perenungan Atau Entahlah
SEKALI WAKTU RESAH itu datang lagi. Ini yang kesekian kali. Mengapung di pikiran, melayang-layang dalam benak, lalu kau terlibat dalam syak wasangka. Ada pertanyaan-pertanyaan semisal, untuk apa hidup, mengada lalu dengan semena-mena ia merajam segala perangkat pikir. Kau lumpuh. Sementara menjawab hidup untuk bisa berguna kepada siapa saja sudah demikian klise. Semua punya cita-cita seperti itu tapi lihatlah sekelilingmu.
Hujan turun dengan derasnya. Petir dan kilat menyatu, membuat langit menggeletar, lantas suara azan itu. Orang-orang bertakbir, orang-orang sujud, bicara sambil mengutip banyak firman. Berjalan dengan sikap tawadhu', melulu menunduk, tanpa mau menoleh barang sejenak saja pada si bocah yatim yang menggelar dagangan murah bikinan ibunya, yang sedari tadi tanpa seorang pun pembeli.
Orang-orang mengejar akhirat, tapi melupa untuk terus menginjak kaki di bumi. Lalu dengan dalih akhirat pula ada yang tak lagi menyoalkan pentingnya jalinan hubungan sosial dengan tetangga. Klaim benar hanya ada di pihaknya, dan masing-masing saling bersikukuh karenanya hingga merusak jalinan hubungan antar manusia. Dan lagi-lagi untuk pembenaran atas keganjilan yang begitu itu, semua pasang dalih, "hablum-minallah" lebih utama.
Entah bagaimana, orang-orang jadi demikian melupa. Pikun sebelum waktunya. Bahwa tuntunan agama diemban dalam satu kesepadanan. Bahwa hubungan sosial sama pentingnya dengan ibadah rutin setiap individu dalam mengekalkan hubungannya dengan Sang Khalik. Tapi kesepadanan itu luntur sudah. Semuanya jadi berat sebelah.
Keadaan berat sebelah akan selamanya berujung pada ketimpangan. Ketimpangan akan ada di situ-situ saja, dan kebanyakannya mengada di sekitar orang-orang yang hidup serba individualis. Bahkan di sekitar orang-orang yang melulu mengejar akhirat dengan sendiri-sendiri tanpa mau peduli jatah usaha tetangganya ditilep tukang korup di kantor pemerintah.
Tanpa mau tahu anak-anak korban konflik terus berkutat dengan kebodohannya sebab jatah beasiswa pendidikan mereka sudah dialihkan untuk anak-anak pejabat semata.
Hujan reda. Tinggal rintik-rintik kecil, sementara kilat dan petir sudah tak lagi ada. Langit Banda Aceh berdengung. Orang-orang tadarusan dalam kesyahduan irama tartil, menggema dari masjid terdekat, lamat-lamat dari masjid-masjid yang jauh. Banda Aceh, Aceh punya ketimpangannya tersendiri, mungkin satu di antaranya gara-gara ulahku yang masih tak begitu tahu diri.
Bertuss, tulisan yang sangat bagus.
mantap kawan..👍👍
Terima kasih, bang. 😀😀
Aku jadi sedihhhhhh :(
😀😭😭😭😭
Sekarang ibadah sudah disempitkan ke "pakai baju panjang" terus shalat siang malam. Ibadah sosial sudah ditinggalkan. Kalau udah shalat tahajud, gak perlu lagi kasih makan anak yatim
Mungkin pada sedang lupa tentang menyepadankan hubungan sosial dan penghambaan kepada Allah ta'ala adalah satu kesatuan ibadah yang dianjurkan agama.
Ini bagian yang patut dikutip oleh para caleg di 2019.
Kajok aju bak caleg nyang na sajan inan. Haha
Hhhhhh..hinoe yang na celeng..hhhh
Hahaha. Dan sy pun lupa dgn komentar serius yang akan saya tuliskan tadi.
Sepakat dg Bang Tungang, kutipan yang dimaksud Bang Tungang layak jadi perhatian para caleg tuh biar jalan mrk ke kursi idaman bertusss. 😊
Hhhhhh...bertusssss, meuhamburrr..!hhe
Makanya, banyak-banyak makan tahu, biar tahu tuh diri... Hahaha...
Malah banyak keluar kentut jadinya nanti ketimbang tahu diri. 😂😂
Seungkak malam seulanjan aku membaca tulisan abang, disana hujan sudah reda, tapi ditempatku belum bang, disini sedang bergemuruh suara orang orang yang melawan hukum alam, mereka tak mau menerima perbedaan, sungguh aku kira mereka ulog ulog terhadap Rabbnya, maaf bang aku terbawa dalam bayangan tulisanmu yang sangat menusuk, tusuk terus bang sampai semua isi nya berhamburan dan anak 2 yatim kita bisa memungutnya untuk melanjutkan perjuangan orang tuanya yang sudah meninggalkan darah buat nya, salam hormat abang ku.
Salam hormat juga, bang @mrday. Membaca komenmu, giliran aku yang tak bisa berkata-kata lagi. Hehehe
lompatan pikiranku menuju malam idul fitri bang.
bertambah pilu jadinya setelah baca ini
Senaif-naif yg bisa kubuat setidaknya pernah mencoba terus menerus untuk mawas diri, bang @hendrafauzi. Tabek.