Keberkahan Ramadan KSI Chapter Barsela dalam Senyuman Anak Yatim

_Sumber

Becak menderu lebih pelan dari biasanya; mungkin demikian, karena beban yang terlampau berat. Satu kardus besar berisi beberapa bungkus penganan berbuka puasa, ditambah dengan dua orang dewasa di atasnya. Tampak ringkih namun tetap saja berjalan sebagaimana mestinya di jalan mulus Blang Berandang menuju Kota Meulaboh. Dari perumahan itu, kemudian menyisir sore yang terus menanjak dengan bibir pecah di puasa kali ini.

Suatu waktu, @denysatika dan @dicky berujar dalam sebuah tanya kepada saya, “Bagaimana kalau kita bagi buka puasa untuk anak yatim?” di siang yang begitu terik saya enggan menarik selimut untuk berleha-leha dalam mimpi tak kunjung indah.

“Dananya kita minta donasi dari Steemian Barsela!” Dicky menambahkan. Saya pikir, kenapa tidak membuka tabir yang sedikit menjadi senyum yang merekah lebih indah. Tak bisa menepi waktu yang terus berlanjut, diskusi melalui telepon dan WhatsApp Messenger terjadi begitu saja. Lalu, beginilah, dengan tertatih tetapi saya yakin sekali bahwa semua adalah keberkahan dan keikhlasan dari mereka yang akan mencapai puncak tertinggi dalam menulis di Steemit.

Terburu dalam Ramadan yang terus berpacu. Donasi yang terkumpul dalam bentuk Steem Dollars (SBD) tidak seberapa karena Steemian di Barsela bukanlah ‘seleb’ Steemit dengan puncak kejayaan mereka. Donasi lain berupa cash yang tidak bisa ditampik jumlahnya dan membuat kami sedikit lega.

“Berapa yang ada saja,” ujar Deny saat gusar dalam diri saya tak bisa dibendung.

“Iyalah, sesanggup kita saja,” Dicky menambahkan. Saya lantas tidak ragu untuk ‘menyerahkan’ kekuasaan kepada mereka berdua. Deny – sebelumnya – telah berujar bahwa dia dan istri yang akan menyiapkan menu berbuka itu. Di sini, tak hingga, ucap terima kasih itu untuk istrinya Deny yang telah meluangkan waktu dalam keberkahan yang tak bisa saya jabarkan dalam wujud apa.

Kita selalu makan enak, begitu ujar suara yang entah berkembang menjadi ambisi atau hanya kelu di siang terik. Tetapi, kalimat ini memacu adrenalin kami untuk memulai yang kecil itu. Kami berada di persimpangan sebagai komunitas kecil yang entah berbapak, atau beribu, kami hanyalah ‘anak-anak’ yang memantik api sampai terbakar sendiri.

Laju becak yang dikendarai @danialves terus memecah hari yang makin senja. Di sisinya, @agusnovic sesekali cekikikan saat becak itu oleng. Ketuk pintu di satu rumah kayu ke rumah semen adalah ‘pengganggu’ senja mereka yang sedang menanak nasi. Suasana Kota Meulaboh begitu padat, tak hingga, saya tahu bahwa bibir kami telah pecah lebih terasa, salam berulangkali terujar dari pintu ke pintu. Dan, kamera smartphone dibidik dengan sejadinya untuk ‘kenang-kenangan’ hari-hari kami berikutnya.

Di satu pintu rumah yang ramai menanti senja, saya menyerahkan kotak penganan berbuka kepada senyum mereka. Mungkin tak seberapa, mungkin hanya sekali santap akan habis, mungkin saja sekonyong-konyong hanyalah pelepas dahaga ketika puasa. Namun lebih dari itu, saat pintu berderit dibuka, saat sesungging senyum lelah mengerutkan kening, di saat itu pula kami merasa telah melepaskan ‘beban’ sekejap mata di hati mereka.

Demikian juga, di pintu lain, saat ibu-ibu menerima beberapa kotak penganan berbuka dari kami, rinai matanya tak bisa membohongi doa yang telah terpanjat kala itu juga. “Berapa orang anak, Ibu?”

Jawabnya, “Tiga,” maka, kami memberikan tiga kotak dengan perpaduan warna biru dengan kuning itu. Tak mungkin satu kotak untuk bertiga dan berempat dengan ibunya, sepotong isi saja tak bisa mengenyangkan ulu hati, apalagi lambung yang terus berkokok. Di pintu warna biru, di lorong yang telah sunyi, hanya satu kotak kami yang laku. Di sisi lain, beragam jawaban dalam refleks dan ikhlas menerima pemberian kami.

Kardus di atas becak hanya menyisakan beberapa kotak lagi. Kota Meulaboh yang ramai oleh mereka dalam ucapan ngabuburit tak singgah ke penjual menu berbuka. Padahal, penjual kaki lima tiap Ramadan begitu sesak di kota kami. Lalu-lalang di sekitar tak kami hiraukan. Kendaraan kami berpacu dengan kencang, mengakhiri hari yang telah menampakkan siluet keemasan. Di lima menit waktu hampir usai, @azhar.steemit berpamitan untuk mencari es campur untuk putrinya. Sedangkan dua Steemian bersahabat @aminnullah dan @nasrijal ikut bersama kami sampai pintu terakhir diketuk dengan pasti.

“Apa kita tahu siapa saja anak yatim di sini?” risau saya sebelum kami memulai keberkahan Ramadan ala KSI Chapter Barsela. Dicky memberi jawaban dengan mantap, “Tak usai risau, kita sudah tahu kok ke mana saja,”

Dan di penghujung waktu, lima menit hampir beduk, kotak-kotak dalam kardus di atas becak telah lenyap. Kami menghela napas panjang. Secuil kebaikan telah kami genapkan. Tak tahu ke depan, tak bisa disanggah pula bagaimana pendapat orang. Kami telah berbuat, kami telah mendonasikan sedikit ‘penghasilan’ dari menulis di Steemit.

Kami yang tersisa kembali ‘menyusahkan’ Deny dengan berbuka di rumahnya. Alakadar yang disebutnya bahkan melebihi nikmat mengakhiri hari itu. Keberkahan itu kembali dimulai usai berbuka ini, akan saya tulis di bagian lain, tentang usaha, tentang kegigihan, dan tentang uang jajan dari Steemit yang enggan diceritakan jika tidak ditanya.

Sebelum pulang, Dani menarik becak untuk dikembalikan ke pemiliknya. Tak lupa, kami berterima kasih kepada Deny yang memberikan banyak kejutan untuk kesuksesan hari kami. Mungkin nanti, kita cari celah lagi untuk keberkahan lain.

Saya ingin sekali menutup tentang ini dengan doa panjang, berharap dilipat-gandakan pahala donatur dalam kegiatan amal ini, dan saya percaya bahwa keikhlasan dan kesabaran dalam menulis di Steemit akan menghasilkan sesuatu. Nanti. Entah kapan. Saya percaya dan yakin, teman-teman KSI Chapter Barsela akan mencapai masanya. Saat itu tiba, maka tersenyumlah untuk usaha kita!

---