Marisa, oh, Marisa |

in #story7 years ago (edited)

Marisa and Marisa

My grandfather is a sailor.


Source

The sentence is now no longer pride. He is no longer exists because the sea is not a source of wealth, but the source of death. Looking at the sea for some people no longer arouses gratitude with the beauty and wealth that exists. Gratitude has now changed with trauma.

For others, the sea remains a source of wealth and life, especially in the middle of the focus of attention Jokowi government to build a sea toll. Although the tsunami waves have claimed many lives, but the sea still retains wealth and mystery. Fishermen still depend on life in the sea. Without the sea PT Pelni was not there. Without the sea and harbor, North Aceh will not have KM Marisa, a cargo ship. Marisa is a story of the past in North Aceh.

About 70 percent of the earth consists of waters. So it is appropriate that in many large countries, the sea as a source of power both the economy and the military. Where there is a developed country that does not have a big port. Chinese admiral Cheng Ho is also well-known for making seven consecutive sea passes in a 28-year period (1405-1433).

At that time, the presence of KM Marisa also can’t be separated from the thought to build the economy by utilizing marine resources in North Aceh. Crops in Aceh Utara, Bireuen, even Central Aceh and Pidie, can be marketed through the Krueng Geukueh Public Port. The title is cool; barter trade. Aceh's natural wealth will be bartered with other goods from Malaysia. The shadow of being an exporter became the dream of many communities producing areca nut, turmeric, and other crops. During this time they market in Aceh with limited prices.

KM Marisa was bought by North Aceh Government at Rp5,416,243,665, including VAT and PPH. The amount of money is relative, can be little but also can be a lot. Depending on how to look at it. For the sake of improving the welfare of the people, of course the number is nothing. After all, the money was taken from the budget of regional expenditure (APBD). Many are optimistic when attending the inaugural export of KM Marisa around 2002 ago.

Unfortunately, the exorbitant capacity of KM Marisa, up to 1,000 tons, leaves the community unable to provide crops within a short time. Finally, the prime exports were also filled with charcoal, sunti acid, and even funny toothpaste. As in Penang, Malaysia, toothpaste is a luxury that is difficult to obtain, so it must be imported from North Aceh.

To wait for the goods to accumulate to close to 1,000 tons, of course it takes quite a long time. As a result, there are several types of decaying goods or down quality because it is precipitated for too long. This creates a dilemma. Keep raising potluck, will be ineffective and inefficient because it does not fit with operational costs. But wait until the goods pile up, the risks as above.

When it came the idea to replace Marisa with a smaller cargo ship, probably about 500 tons. Thus, crops can be collected easily and ship traffic can be smoother. The potential of Krueng Geukueh Port is very supportive for marine economic activities. It is one of 14 strategic ports in Indonesia. Located with the position 050 -150- 000 LU, 970 - 020 - 000 BT, is about 18 Km from downtown Lhokseumawe. With a depth of 9 meters and beyond the harbor pool to 10,000 meters, Krueng Geukueh can be visited by large ships. With the port of Tanjung Balai Karimun in Kepri, Krueng Geukuh is far superior.


Source

The pessimists will reject the purchase of new cargo ships. Lest, his fate will be the same as Marisa; be proud to be forgotten!

As time went on, people were now forgetting Marisa who had become a scrap metal. Most residents are easier to remember movie star Marisa Haque than Marisa cargo ship. The name is the same, but their beauty and quality are different. Oh, Marisa, why do you become an old iron? Oh, Marisa, even though you are old you are still charming.[]

Marisa dan Marisa

NENEK moyangku seorang pelaut.


Source

Kalimat itu kini sudah tidak mengandung kebanggaan lagi. Dia sudah tidak berbekas lagi karena laut bukan sumber kekayaan, melainkan sumber kematian. Memandang laut bagi sebagian orang tidak lagi membangkitkan rasa syukur dengan keindahan dan kekayaan yang ada. Rasa syukur kini sudah berganti dengan trauma.

Bagi sebagian lain, laut tetap sumber kekayaan dan kehidupan, apalagi di tengah fokusnya perhatian pemerintahan Jokowi untuk membangun tol laut. Meskipun gelombang tsunami telah merenggut banyak jiwa, tapi laut tetap menyimpan kekayaan dan misteri. Nelayan tetap menggantungkan kehidupan di laut. Tanpa laut PT Pelni pun tidak ada. Tanpa laut dan pelabuhan, Aceh Utara pun tidak bakal memiliki KM Marisa, sebuah kapal kargo. Marisa adalah kisah masa lalu di Aceh Utara.

Sekitar 70 persen dari bumi ini terdiri dari perairan. Jadi sangatlah tepat bila di banyak negera besar, menjadikan laut sebagai sumber kekuatan baik perekonomian maupun militer. Mana ada negara maju yang tidak memiliki pelabuhan besar. Laksamana muslim asal China, Cheng Ho, juga termasyur karena melakukan perjalanan laut antarbenua selama tujuh kali berturut-turut dalam kurun waktu 28 tahun (1405-1433).

Waktu itu, kehadiran KM Marisa juga tidak lepas dari pemikiran untuk membangun perekonomian dengan memanfaatkan sumber daya kelautan di Aceh Utara. Hasil bumi di Aceh Utara, Bireuen, bahkan Aceh Tengah dan Pidie, bisa dipasarkan melalui Pelabuhan Umum Krueng Geukueh. Judulnya keren; barter trade. Kekayaan alam Aceh akan dibarter dengan barang-barang lain dari Malaysia. Bayangan menjadi eksportir menjadi mimpi banyak masyarakat penghasil pinang, kunyit, dan hasil bumi lainnya. Selama ini mereka memasarkan di Aceh dengan harga terbatas.

KM Marisa dibeli Pemda Aceh Utara dengan harga Rp5.416.243.665, termasuk PPN dan PPH. Uang sejumlah itu relatif, bisa sedikit tapi juga bisa banyak. Tergantung cara memandangnya. Demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, tentu saja jumlah itu tidak ada apa-apanya. Toh, uang itu diambil dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Banyak yang optimis ketika menghadiri ekspor perdana KM Marisa sekitar tahun 2002 silam.

Sayangnya, kapasitas yang terlalu tinggi dari KM Marisa, sampai 1.000 ton, membuat masyarakat tidak bisa menyediakan hasil bumi dalam waktu singkat. Akhirnya, ekspor perdana itu juga terisi dengan arang, asam sunti, bahkan lucunya juga ada pasta gigi. Seolah di Penang, Malaysia, pasta gigi menjadi barang mewah yang sulit diperoleh sehingga harus diimpor dari Aceh Utara.

Untuk menunggu barang menumpuk sampai mendekati 1.000 ton, tentu saja butuh waktu lumayan lama. Akibatnya, ada beberapa jenis barang membusuk atau turun kualitasnya karena diendapkan terlalu lama. Ini menciptakan kondisi dilematis. Tetap mengangkat barang seadanya, akan tidak efektif dan tidak efisien karena tidak sesuai dengan biaya operasional. Tapi menunggu sampai barang menumpuk, risikonya seperti di atas.

Tatkala itu sempat muncul gagasan untuk menggantikan Marisa dengan kapal kargo yang lebih kecil, mungkin sekitar 500 ton. Dengan demikian, hasil bumi bisa dikumpul dengan mudah dan lalu lintas kapal bisa lebih lancar. Potensi Pelabuhan Krueng Geukueh memang sangat mendukung untuk kegiatan perekonomian laut. Ia merupakan salah satu dari 14 pelabuhan strategis di Indonesia. Terletak dengan posisi 050 -150- 000 LU, 970 - 020 - 000 BT, berjarak sekitar 18 Km dari pusat kota Lhokseumawe. Dengan kedalaman 9 meter dan luar kolam pelabuhan sampai 10.000 meter, Krueng Geukueh dapat disinggahi kapal berukuran besar. Dengan pelabuhan Tanjung Balai Karimun di Kepri, Krueng Geukuh jauh lebih unggul.


Source

Kalangan pesimistis tentu akan menolak pembelian kapal kargo baru. Jangan-jangan, nasibnya nanti akan sama seperti Marisa; dibanggakan untuk kemudian dilupakan!

Seiring dengan berjalannya waktu, kini orang-orang pun melupakan Marisa yang sudah menjadi besi tua. Sebagian besar warga lebih mudah mengingat bintang film Marisa Haque ketimbang Marisa kapal kargo. Namanya memang sama, tapi kecantikan dan kualitas mereka berbeda. Oh, Marisa, mengapa engkau menjadi besi tua? Oh, Marisa, meski sudah tua engkau tetap memesona.[]

Badge_@ayi.png

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Sort:  

Padahal dulu sempat terdengar akan jadi pelabuhan internasional di Aceh Utara. Sampai saya berharap-harap bisa kerja disitu. Dan sekarang saya sampai lupa kalau dulu saya pernah berharap kerja di tempat sandaran Marisa.

It's so sad if we remember about Marissa ship. Many years ago, I thought all of we hope that it will be a great sign for our municipality name.
But, that is only hope until these day.

Kami telah upvote ya..

marrisa tinggal kenangan...oh aceh utara

Menyedihkan Bang @sazaliza. Uang rakyat itu, kan?

Siapa yang mendapatkan Marissa pasti dia akan bahagia, karena Marissa mempesona dan memperdaya.

Itu Marisa di Jakarta, Bang @terpia. Kalau Marisa di Aceh Utara, hanya orang tertentu saja yang beruntung, yang lain buntung.

Marisa sedang tersiksa, oh menyedihkan!

Karena Ikang Fawzi sudah pindah ke lain hati Cek @abduhawab...

Marisa yang tenggelam dan menenggelamkan.

Marisa dan sejumlah kisah dan kasus yang tak usai... Mungkin sudah saatnya dijadikan objek wisata..

Hanya jadi besi tua saja. Padahal, uang rakyat yang dipakai.

Jangan Doto @yusrizalhasbi, nanti tetanus karena Marisa sudah jadi besi tua.

Hahahaha... Problem yang menjadi problem...

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.16
JST 0.030
BTC 62959.39
ETH 2453.52
USDT 1.00
SBD 2.62